Breaking News

Demi Nyawa Pasien, Bidan Ini Berenang Seberangi Sungai di Pasaman: Potret Mirisnya Akses Kesehatan di Tengah Gemuruh 80 Tahun Kemerdekaan

Tangkapan Layar IndonesiaCityId

D'On, Pasaman, Sumatera Barat
– Di tengah riuh perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, sebuah video viral mencuatkan potret pilu tentang bagaimana pembangunan belum sepenuhnya menyentuh akar-akar kehidupan rakyat di pelosok negeri. Video itu memperlihatkan seorang bidan yang rela mempertaruhkan nyawa dengan berenang menyeberangi sungai demi menyelamatkan pasien yang tengah sakit di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.

Dalam rekaman yang diunggah oleh akun Facebook @/fajarpanomuanramadan, terlihat sosok perempuan berbaju dinas lengkap menggenggam erat tas perlengkapan medis sambil menembus derasnya arus sungai. Ia berenang seorang diri, tanpa pelampung, menantang bahaya yang bisa setiap saat merenggut nyawanya. Sebuah jembatan kayu yang dulunya menjadi satu-satunya akses penghubung antara desa dan pusat layanan kesehatan, kini hanya tinggal puing-puing setelah ambruk beberapa waktu lalu.

Namanya tak disebutkan dalam video, namun warganet ramai-ramai menyebutnya sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Sesungguhnya". Bukan karena gelar, bukan karena upacara, tetapi karena keberanian, pengorbanan, dan cintanya kepada sesama.

Nyawa Pasien, Harga Mati

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa sang bidan menerima kabar darurat dari seorang warga yang keluarganya tengah kritis akibat penyakit kronis. Tak ingin kehilangan waktu, ia langsung bergegas menuju rumah pasien meskipun harus menyeberangi sungai yang kini menjadi satu-satunya jalur karena ketiadaan jembatan pengganti.

“Beliau tidak menunggu dijemput. Tidak menunggu air surut. Langsung berenang, karena katanya nyawa orang tidak bisa ditunda,” tulis salah satu komentar yang turut mengunggah ulang video tersebut.

Warganet pun tak kuasa menahan haru. Ratusan komentar membanjiri unggahan tersebut, memuji keberanian sang bidan. Banyak pula yang mempertanyakan di mana peran pemerintah daerah dalam memastikan akses pelayanan kesehatan yang layak bagi warganya.

80 Tahun Merdeka, Tapi Belum Merata

Peristiwa ini bukan sekadar cerita heroik seorang bidan. Ini adalah cermin buram dari masih timpangnya pembangunan di negeri ini. Bahkan di usia ke-80 kemerdekaan, masih ada desa-desa yang terisolasi karena rusaknya infrastruktur dasar jalan, jembatan, dan fasilitas kesehatan.

Di mana tanggung jawab negara? Mengapa masih ada petugas medis yang harus mempertaruhkan keselamatan jiwa demi menjangkau pasiennya?

“Jika satu bidan harus berenang untuk menyelamatkan satu nyawa, bagaimana dengan yang lain? Ini bukan lagi soal ketulusan individu, tapi soal sistem yang gagal menjamin hak hidup sehat dan aman bagi seluruh warga negara,” ujar seorang aktivis kesehatan masyarakat menanggapi video tersebut.

Kisah Seorang Bidan, Luka Sebuah Bangsa

Tak sedikit yang menyandingkan kisah ini dengan slogan-slogan besar pembangunan nasional. Saat pemerintah pusat berbicara soal proyek-proyek raksasa, pembangunan Ibu Kota Nusantara, dan pertumbuhan ekonomi digital, di sudut lain Indonesia, seorang perempuan harus berenang menembus arus demi menunaikan sumpah profesinya.

Kisah bidan dari Pasaman ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemangku kebijakan. Bukan untuk mencari kambing hitam, melainkan agar pembangunan benar-benar berpihak pada mereka yang paling membutuhkan: rakyat di pelosok yang selama ini nyaris tak terdengar suaranya.

Harapan di Tengah Derasnya Arus

Bidan itu mungkin tak mengenal istilah 'viral'. Mungkin pula ia tak sempat membaca ratusan pujian di media sosial. Tapi ia paham satu hal: bahwa nyawa manusia terlalu berharga untuk ditunda hanya karena jembatan belum dibangun.

Di balik keberaniannya, tersimpan pesan yang lebih besar: Bahwa pengabdian tak boleh dibiarkan menggantikan tanggung jawab negara.

Dan kepada para pemimpin negeri ini: jangan tunggu lebih banyak bidan harus berenang, agar kalian peduli.

(Mond)

#Viral #Potret #Pasaman #SumateraBarat