Tujuh Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Perusakan Vila Retret Ibadah di Sukabumi
Warga dan Forkopimda bersihkan bekas puing vila yang dijadikan rumah ibadah di Sukabumi. Foto: Dok. Istimewa
D'On, Sukabumi, Jawa Barat — Kepolisian Daerah Jawa Barat menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus perusakan sebuah vila yang dijadikan lokasi kegiatan retret keagamaan umat Kristen di Kampung Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Insiden yang terjadi pada Jumat siang, 27 Juni 2025 itu menyisakan luka bagi pemilik vila dan jemaah yang sedang menjalankan ibadah dalam suasana tenang yang berubah mencekam.
Kapolda Jawa Barat, Irjen Rudi Setiawan, dalam konferensi pers pada Selasa (1/7), menjelaskan bahwa ketujuh pelaku memiliki peran berbeda dalam aksi penyerangan yang menyebabkan kerusakan fisik pada vila serta terganggunya kegiatan ibadah. Para tersangka antara lain diduga merusak pagar, kendaraan bermotor, hingga peralatan ibadah yang ada di lokasi.
Retret Berubah Mencekam: Dari Doa Menjadi Teror
Peristiwa ini bermula ketika Maria Veronica Ninna (70), seorang warga yang telah lama menetap di kawasan tersebut, menggelar retret bersama sekitar 36 jemaah, termasuk anak-anak dan para pendampingnya. Retret ini merupakan kegiatan rutin yang mengedepankan doa, refleksi rohani, dan penguatan iman.
Namun, ketenangan kegiatan itu buyar saat sekelompok warga dari Desa Tangkil dan Desa Cidahu tiba-tiba mendatangi vila. Menurut keterangan polisi, sebelumnya telah terjadi komunikasi antara warga dan kepala desa yang meminta klarifikasi terkait izin penggunaan vila untuk kegiatan keagamaan. Sayangnya, permintaan klarifikasi tersebut tidak membuahkan hasil.
Ketegangan pun memuncak. Massa yang merasa tidak puas lalu bertindak anarkistis. Mereka merusak pagar vila, menghancurkan kaca-kaca jendela, dan bahkan menyerang simbol-simbol ibadah, termasuk salib. Tak hanya itu, satu unit sepeda motor Honda Beat dirusak, dan sebuah mobil Suzuki Ertiga milik peserta retret mengalami lecet parah. Kursi di area kolam pun ikut dihancurkan. Kerugian materil akibat insiden ini diperkirakan mencapai Rp 50 juta.
Penegakan Hukum Tanpa Toleransi Terhadap Intoleransi
Kapolda Rudi Setiawan menegaskan bahwa tindakan perusakan atas dasar intoleransi tidak akan dibiarkan berkembang di Jawa Barat. Menurutnya, penetapan status tersangka ini merupakan langkah awal dalam proses hukum untuk menegakkan keadilan dan memastikan perlindungan terhadap seluruh warga negara, tanpa memandang agama atau keyakinan.
“Dasar penetapan tersangka ini adalah laporan yang kami terima dari Yohanes Wedy pada 28 Juni 2025. Korban dalam kasus ini adalah Ibu Maria Veronica Ninna. Kami telah memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti yang cukup untuk menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” tegas Rudi.
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mendalami kasus ini dengan memeriksa saksi-saksi lain serta berkoordinasi secara intensif dengan pemerintahan desa setempat untuk mencegah peristiwa serupa terulang kembali.
“Siapa pun yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Negara ini melindungi hak beragama setiap warganya, dan Polri berdiri di garda terdepan untuk memastikan itu,” tegasnya.
Isu Izin atau Intoleransi?
Kasus ini menyisakan tanda tanya besar: benarkah ini hanya soal izin kegiatan, atau ada unsur intoleransi yang lebih dalam? Aktivis kebebasan beragama dan sejumlah tokoh masyarakat mendesak agar kasus ini ditangani secara transparan dan menyeluruh.
Sementara itu, Ibu Ninna dan para peserta retret masih dalam pemulihan psikologis pasca-penyerangan. Beberapa di antara mereka, termasuk anak-anak, dilaporkan mengalami trauma atas insiden yang terjadi secara tiba-tiba dan penuh kekerasan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa ruang-ruang ibadah seharusnya menjadi tempat yang aman dan damai bukan sasaran kebencian dan kekerasan. Ketika tindakan intoleransi dibiarkan, maka yang dirusak bukan hanya properti, tetapi juga rasa kemanusiaan dan keberagaman yang menjadi fondasi bangsa ini.
(K)
#Viral #Peristiwa #PengrusakanTempatIbadah