Breaking News

Tembakan Mematikan di Sabung Ayam Way Kanan: Kopda Bazarsah Dituntut Hukuman Mati atas Kematian Tiga Polisi

Kopda Bazarsah saat bersaksi di sidang di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (14/7/2025). Foto : Istimewa

D'On, Palembang -
 Suasana ruang sidang Pengadilan Militer I-04 Palembang mendadak hening, saat Oditur Militer Letkol CHK Darwin Butar-Butar dengan suara tegas membacakan tuntutan pidana terhadap seorang anggota TNI aktif, Kopral Dua (Kopda) Bazarsah. Pria berseragam loreng itu duduk kaku di kursi terdakwa, mendengarkan dengan wajah tanpa ekspresi ketika tuntutan paling berat dalam sistem hukum Indonesia dijatuhkan kepadanya: hukuman mati.

Tuntutan itu berkaitan dengan kasus penembakan berdarah yang menewaskan tiga anggota Polsek Way Kanan saat penggerebekan judi sabung ayam di Lampung. Sidang berlangsung Senin, 21 Januari 2025, dan menjadi sorotan luas karena melibatkan prajurit aktif TNI yang diduga melakukan pembunuhan berencana terhadap aparat kepolisian saat menjalankan tugas.

Latar Belakang: Penggerebekan yang Berubah Jadi Medan Tembak

Peristiwa tragis ini terjadi di sebuah lapangan terbuka di Desa Karang Manik, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Tempat itu dikenal sebagai lokasi sabung ayam ilegal yang telah lama jadi sorotan warga dan aparat. Namun siapa sangka, upaya penertiban yang dilakukan polisi berubah menjadi baku tembak yang menewaskan tiga personel kepolisian.

Korban tewas adalah:

  • AKP (Anumerta) Lusiyanto, Kapolsek Way Kanan,
  • Bripka (Anumerta) Petrus Apriyanto, anggota Reskrim,
  • Briptu (Anumerta) M. Ghalib Surya Ganta, anggota patroli.

Ketiganya dinyatakan gugur dalam tugas negara, setelah ditembak dari jarak dekat oleh terdakwa yang juga diketahui sebagai pengelola arena sabung ayam ilegal di lokasi tersebut.

Pembunuhan Berencana: Bukti-Bukti Mengarah ke Niat Terselubung

Dalam tuntutannya, Letkol CHK Darwin menyatakan bahwa tindakan Kopda Bazarsah memenuhi seluruh unsur dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ia menegaskan, tidak hanya motif dan alat yang telah disiapkan, tetapi juga terdapat indikasi kuat bahwa terdakwa menyusun skenario untuk menghalangi aparat, termasuk dengan menyembunyikan senjata laras panjang yang digunakan dalam penembakan.

“Dari keterangan para saksi, termasuk pengakuan terdakwa sendiri, jelas terlihat bahwa penembakan ini bukan tindakan spontan. Ada perencanaan, ada niat, dan ada persiapan,” ujar Darwin dalam persidangan.

Sidang juga menghadirkan saksi dari unsur kepolisian dan rekan sesama prajurit, serta bukti balistik yang memperkuat keterlibatan Bazarsah secara langsung. Tidak ada keraguan dari pihak oditurat: ini adalah kejahatan berat yang mencoreng institusi TNI dan melecehkan hukum.

Korban: Polisi Gugur Saat Menjalankan Tugas Negara

Para korban ditembak ketika mencoba membubarkan kerumunan dan mengamankan lokasi judi. Dari hasil penyelidikan, Kopda Bazarsah disebut-sebut menembakkan senjatanya dari semak-semak, menyerang dari titik buta saat aparat lengah. Kejadian itu terjadi dalam hitungan detik, namun meninggalkan luka mendalam bagi institusi Polri dan keluarga korban.

Ketiga anggota kepolisian tersebut telah diberikan penghargaan anumerta dan dimakamkan secara militer sebagai bentuk penghormatan atas jasa mereka dalam menegakkan hukum.

Tuntutan Tambahan: Pemecatan Tidak Hormat dari TNI

Selain menuntut hukuman mati, Oditur Militer juga meminta agar terdakwa dijatuhi sanksi tambahan berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas militer. Hal ini, menurut Darwin, penting sebagai wujud sikap tegas terhadap pelanggaran berat oleh anggota militer.

“Perbuatan terdakwa bukan hanya kriminal murni, tapi juga pelanggaran etik berat terhadap kehormatan seragam yang dikenakannya,” kata Darwin. “Ini adalah tindakan yang mengkhianati sumpah prajurit dan mencoreng nama baik TNI di mata publik.”

Reaksi Publik dan Lembaga Negara

Kasus ini menyedot perhatian luas, bukan hanya karena korban berasal dari kepolisian, tetapi juga karena pelaku adalah anggota aktif militer yang justru melanggar hukum. Di media sosial, banyak warganet menuntut keadilan maksimal, sementara sebagian lainnya mempertanyakan bagaimana seorang prajurit bisa sampai terlibat dalam aktivitas judi ilegal dan pembunuhan.

Komnas HAM juga memberikan pernyataan bahwa proses hukum harus berjalan secara transparan dan akuntabel, tanpa ada upaya melindungi terdakwa hanya karena status militernya.

Langkah Berikutnya: Menanti Putusan Majelis Hakim

Sidang akan dilanjutkan dalam beberapa pekan ke depan dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa sebelum majelis hakim mengambil keputusan akhir. Jika putusan hukuman mati dijatuhkan, maka ini akan menjadi salah satu vonis paling berat yang dijatuhkan oleh pengadilan militer dalam dua dekade terakhir.

Publik kini menunggu: akankah majelis hakim menjatuhkan vonis setimpal atas perbuatan yang telah merenggut tiga nyawa aparat negara, atau adakah fakta baru yang bisa meringankan?

Catatan Akhir: Ketika Seragam Tak Lagi Jadi Perisai Hukum

Kisah tragis ini menjadi pengingat bahwa siapapun, tak peduli status atau pangkatnya, tak kebal dari jerat hukum. Ketika seragam tak lagi jadi simbol kehormatan, melainkan justru digunakan untuk melindungi kejahatan, maka penegakan hukum yang adil dan tegas harus menjadi prioritas utama negara.

(Mond)

#Penembakan #OknumTNITembakPolisi #Kriminal #Hukum #JudiSabungAyam