Rumah Ibadah Diserang, Jemaat Luka: Polisi Tangkap 9 Orang Terkait Insiden Pengrusakan GKSI Padang
Pengrusakan Rumah Ibadah Terjadi di Padang (Dok: Ist)
D'On, Padang — Ketegangan memuncak di kawasan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu sore, 27 Juli 2025. Sebuah rumah yang digunakan oleh jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) sebagai tempat kegiatan keagamaan, diserbu dan dirusak oleh sekelompok orang. Aksi ini terekam dalam video amatir warga dan langsung menyebar luas di media sosial, memicu kecaman dan keprihatinan publik atas tindakan intoleransi yang kembali mencoreng wajah kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Dalam rekaman yang beredar, tampak jelas sekelompok warga mendatangi rumah milik salah seorang jemaat GKSI. Mereka memaksa aktivitas dihentikan dan kemudian melakukan pengrusakan terhadap properti yang ada. Kaca jendela dipecahkan, kursi-kursi dibanting, bahkan suara teriakan histeris terdengar dari anak-anak yang berada di dalam rumah. Dua di antara mereka yang masih anak-anak dilaporkan mengalami luka akibat insiden tersebut.
Polisi Bertindak Cepat, 9 Orang Diamankan
Menanggapi situasi yang memanas, Polresta Padang langsung menerjunkan tim ke lokasi kejadian tak lama setelah peristiwa berlangsung. Tak butuh waktu lama, sembilan orang yang diduga kuat terlibat dalam tindakan pengrusakan diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Wakapolda Sumatera Barat, Brigjen Pol. Solihin, S.I.K., M.H., CSPHR, turun langsung ke lokasi dan memastikan proses penanganan kasus berjalan cepat dan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Kami tidak akan mentolerir segala bentuk tindakan intoleransi yang mengganggu kerukunan hidup masyarakat. Tindakan tegas akan diberikan kepada siapa pun yang terbukti melanggar hukum,” tegas Brigjen Solihin saat memberikan keterangan pers di lokasi kejadian.
Ia juga memastikan, seluruh proses hukum terhadap para pelaku akan dilakukan secara profesional, transparan, dan tanpa intervensi dari pihak mana pun.
“Kami masih mendalami motif, latar belakang, dan siapa yang menjadi aktor utama di balik aksi ini. Tim kami di lapangan masih bekerja mengumpulkan bukti tambahan serta keterangan para saksi,” tambahnya.
Brigjen Solihin juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh kabar-kabar yang belum jelas asal-usul dan kebenarannya.
“Situasi ini sangat sensitif. Kami harap masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing provokasi. Serahkan sepenuhnya pada pihak berwenang. Kamtibmas harus kita jaga bersama,” ujar Wakapolda.
GKSI: Ini Tempat Mengajar Anak, Bukan Gereja
Pendeta Dachi, perwakilan dari GKSI Padang, menjelaskan bahwa rumah yang dirusak tersebut bukanlah gereja dalam pengertian formal. Menurutnya, itu adalah rumah milik jemaat yang digunakan sebagai tempat belajar agama bagi anak-anak jemaat GKSI.
“Sebagian warga menyangka tempat ini adalah gereja. Padahal ini hanyalah rumah warga yang kami gunakan untuk kegiatan pendidikan agama,” ujar Pendeta Dachi.
Ia menilai insiden ini berakar dari kesalahpahaman yang kemudian berujung pada tindakan yang tak semestinya. Ia berharap masyarakat bisa memahami bahwa kegiatan keagamaan yang berlangsung bersifat damai dan dilakukan secara tertutup di lingkungan internal jemaat.
Korban: Anak-anak Jadi Saksi Kekerasan, Ada yang Terluka
Yang paling menyayat hati dari peristiwa ini adalah adanya korban anak-anak yang ikut menjadi sasaran akibat kerusuhan. Dua anak dilaporkan mengalami luka ringan karena terkena pecahan kaca dan dorongan saat kerusuhan berlangsung. Trauma psikologis yang mereka alami pun tidak bisa disepelekan.
“Anak-anak kami sekarang ketakutan. Mereka menangis, beberapa bahkan tidak mau keluar rumah. Ini menyedihkan dan tidak manusiawi,” ujar salah satu jemaat yang tidak ingin disebutkan namanya.
Tanggapan Publik: Luka Lama Kembali Terbuka
Insiden ini membuka kembali luka lama soal rentannya toleransi beragama di sejumlah wilayah Indonesia. Warganet ramai-ramai mengutuk tindakan main hakim sendiri yang dilakukan kelompok warga tersebut. Banyak pihak menilai bahwa pengrusakan terhadap rumah ibadah, sekecil apapun, adalah bentuk nyata dari intoleransi yang tidak boleh dibiarkan.
Lembaga-lembaga advokasi HAM dan organisasi lintas agama pun mulai angkat bicara, mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan menyeluruh.
Ujian Toleransi dan Ketegasan Aparat
Peristiwa ini adalah ujian bagi komitmen Indonesia dalam menjaga kebebasan beragama, pluralisme, dan supremasi hukum. Aksi brutal yang menyerang rumah ibadah dan melukai anak-anak harus menjadi peringatan keras bahwa intoleransi bukan sekadar ancaman sosial, tapi juga bentuk nyata dari kekerasan yang bisa mengoyak fondasi kehidupan berbangsa.
Kini, bola ada di tangan penegak hukum. Apakah mereka benar-benar akan bertindak adil dan tegas? Atau justru membiarkan luka ini kembali menganga, menunggu untuk meledak lebih besar di kemudian hari?
(Mond)
#Peristiwa #PengrusakanRumahIbadah #Padang