Polemik Lahan Blang Padang: Gubernur Aceh Tunggu Respons Prabowo, TNI Tegaskan Hanya Pengelola
Gubernur Aceh Muzakir Manaf di upacara HUT Bhayangkara ke-79 di Lapangan Blang Padang, Selasa (1/7/2025).
D'On, Banda Aceh – Ketegangan mengenai status kepemilikan lahan strategis Blang Padang di pusat Kota Banda Aceh terus bergulir. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang akrab disapa Mualem, mengaku hingga kini belum menerima tanggapan dari pemerintah pusat atas surat resminya yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto. Surat tersebut dikirim pada 17 Juni 2025, menyusul polemik yang memanas pascapemancangan plang aset TNI di area itu.
Mualem menegaskan bahwa tanah Blang Padang, yang selama ini dikenal sebagai pusat kegiatan sosial, budaya, dan peringatan hari besar nasional, secara historis dan keislaman adalah tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman. “Sampai sekarang belum ada kabar dari pusat. Tapi kita berharap semua berjalan damai dan bijak. Jangan ada dakwa-dakwi yang memperuncing suasana,” ujarnya kepada wartawan usai memimpin upacara HUT Bhayangkara ke-79 di lokasi yang kini jadi sengketa tersebut, Selasa (1/7/2025).
Surat Resmi Gubernur: Tegaskan Blang Padang adalah Tanah Wakaf
Surat Gubernur Aceh bernomor 400.8/7180 menekankan empat poin utama yang menjadi tuntutan pemerintah daerah:
- Penetapan ulang status tanah sebagai wakaf yang sah milik Masjid Raya Baiturrahman.
- Pengembalian pengelolaan lahan kepada nazhir (pengelola wakaf) Masjid Raya sesuai prinsip syariah dan hukum adat Aceh.
- Fasilitasi proses sertifikasi resmi terhadap status tanah wakaf tersebut.
- Mediasi lintas institusi secara terbuka, transparan, dan bermartabat.
“Ini bukan soal politik, ini soal keadilan sejarah dan identitas keislaman Aceh. Kami ingin penyelesaian yang adil, damai, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang masyarakat Aceh,” tegas Mualem.
Ia menyebut bahwa selama lebih dari dua dekade terakhir, penguasaan lahan Blang Padang oleh Kodam Iskandar Muda dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar hukum yang kuat. Gubernur menyoroti pentingnya menghormati nilai-nilai wakaf, yang dalam Islam merupakan amal jariyah dan harus dijaga keberlanjutannya.
TNI: Kami Tidak Mengklaim Milik, Hanya Jalankan Mandat Negara
Di sisi lain, TNI melalui Kodam Iskandar Muda menyampaikan versi berbeda. Kepala Penerangan Kodam IM, Kolonel Inf Teuku Mustafa Kamal, menegaskan bahwa TNI AD tidak pernah menyatakan kepemilikan atas tanah Blang Padang.
Menurutnya, Kodam IM hanya menjalankan mandat yang diberikan negara berdasarkan keputusan Kementerian Keuangan. “Kami tidak klaim sebagai milik TNI. Kodam hanya diberikan hak pakai untuk mengelola aset negara ini,” kata Mustafa Kamal, Senin (30/6/2025).
Ia mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-193/Km.6/WKN.01/KNL.01/2021, yang menetapkan Blang Padang sebagai aset negara dengan status hak pakai untuk Kodam IM. Kendati demikian, pihak TNI membuka ruang dialog dan menunggu arahan lebih lanjut dari komando atas dan pemerintah pusat. “Terkait surat dari Gubernur Aceh, kami tidak dalam kapasitas mengambil keputusan final,” ujarnya.
Blang Padang: Bukan Sekadar Lapangan
Blang Padang bukan sekadar lapangan terbuka. Ia merupakan ruang kolektif warga Banda Aceh yang menyimpan sejarah panjang sejak masa kolonial, masa perjuangan kemerdekaan, hingga era reformasi. Lapangan ini menjadi saksi peringatan hari-hari besar, ajang olahraga, kegiatan sosial budaya, hingga panggung solidaritas pascatsunami.
Bagi masyarakat Aceh, Blang Padang adalah simbol. Dan karena itulah, ketika plang aset TNI muncul di kawasan itu beberapa waktu lalu, banyak pihak yang merasa resah. Terlebih, status wakaf yang diklaim oleh Masjid Raya Baiturrahman mempertegas sensitivitas keagamaan dan adat yang menyelimuti lahan tersebut.
Masyarakat Menanti Kejelasan: Pemerintah Diminta Hadir sebagai Penengah
Para tokoh masyarakat dan ulama telah lama meminta pemerintah pusat hadir secara aktif dalam menyelesaikan polemik ini. Mereka menginginkan agar polemik status lahan Blang Padang tidak diseret menjadi isu sektoral antara pemerintah daerah dan institusi militer, melainkan diselesaikan secara menyeluruh dengan menghormati nilai sejarah, hukum Islam, dan ketentuan administrasi negara.
Harapan publik kini tertuju pada Presiden Prabowo Subianto. Surat dari Gubernur Aceh menanti respons, dan waktu terus berjalan. Apakah pemerintah pusat akan mengakui status wakaf yang diklaim masyarakat, atau mempertahankan status aset negara yang selama ini digunakan TNI?
Satu hal yang pasti, semua pihak sepakat bahwa penyelesaian damai adalah jalan terbaik. Namun, tanpa keputusan yang jelas, risiko ketegangan sosial dan ketidakpercayaan terhadap institusi negara bisa saja mengemuka.
(K)
#KodamIskandarMuda #SengketaTanah #TNI #Aceh