Breaking News

Karhutla Dominasi 42 Kejadian Bencana Sepekan Terakhir: Sumatera Dikepung Titik Api, BNPB Fokuskan Penanganan Hingga September

Kebakaran Hutan dan Lahan (foto: dok ist

D"On, Jakarta –
Indonesia tengah memasuki periode paling rawan dalam siklus tahunan bencana: puncak musim kemarau. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lonjakan signifikan jumlah kejadian bencana dalam sepekan terakhir, dengan dominasi kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kian meluas di berbagai wilayah.

Data yang dirilis BNPB pada Senin, 21 Juli 2025, menunjukkan bahwa sejak 14 hingga 20 Juli, terjadi 42 kejadian bencana di berbagai daerah. Dari jumlah tersebut, 33 kejadian atau hampir 80 persen merupakan kebakaran hutan dan lahan.

“Memang masih ada beberapa kejadian banjir dan bencana lain, tetapi secara frekuensi, intensitas, dan dampaknya, tidak terlalu signifikan dibandingkan karhutla,” ungkap Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, yang akrab disapa Aam.

Sumatera Jadi Episentrum Karhutla

Secara geografis, Aam mengungkapkan bahwa Pulau Sumatera menjadi wilayah dengan konsentrasi titik api tertinggi. Hampir seluruh provinsi di Sumatera – kecuali Lampung – menunjukkan peningkatan signifikan aktivitas kebakaran lahan.

“Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, hingga Sumatera Selatan menunjukkan dominasi titik-titik api. Ini bukan sekadar lonjakan biasa, tapi tren yang menunjukkan eskalasi serius,” jelasnya.

Kondisi ini menguatkan kekhawatiran BNPB bahwa sejumlah wilayah di Sumatera, terutama yang selama ini dikenal sebagai daerah rawan karhutla, kini kembali memasuki fase kritis. Peningkatan titik api dipantau melalui citra satelit serta laporan lapangan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

Kalimantan dan Jawa Tak Luput dari Ancaman

Tidak hanya Sumatera, Kalimantan Tengah juga mencatat peningkatan aktivitas kebakaran, terutama di wilayah-wilayah dengan vegetasi kering dan gambut. Titik-titik api terpantau di kawasan hutan produksi, lahan pertanian kering, serta semak belukar.

Sementara itu, Pulau Jawa juga mulai menunjukkan gejala awal karhutla, khususnya di beberapa kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yang paling mencolok, menurut Aam, adalah kebakaran di lahan terbuka serta tempat pembuangan sampah (TPS) liar yang mulai terbakar akibat suhu tinggi dan material kering yang mudah terbakar.

“Ini menandakan bahwa kita sudah benar-benar memasuki periode puncak musim kemarau. Hal-hal seperti ini harus menjadi kewaspadaan bersama. Bukan hanya pemerintah atau relawan, tetapi juga masyarakat umum,” ujarnya.

Suhu Ekstrem dan Kelalaian Manusia Jadi Faktor Pemicu

Aam juga menyoroti bahwa dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah wilayah mengalami cuaca panas ekstrem. Suhu yang melonjak dan kelembaban rendah menciptakan kondisi yang sangat ideal untuk kebakaran merambat dengan cepat, bahkan dari percikan api kecil sekalipun.

“Ini sangat berbahaya, apalagi jika kita lengah. Contohnya, saat membuang puntung rokok sembarangan di area semak-semak kering di pinggir jalan. Ini bisa langsung memicu kebakaran,” tegasnya.

Menurutnya, selain faktor alam, perilaku manusia menjadi pemicu utama yang memperparah situasi. Pembakaran lahan oleh warga atau perusahaan untuk pembukaan lahan pertanian, dan ketidakhati-hatian dalam aktivitas sehari-hari turut menjadi penyebab utama terjadinya karhutla.

BNPB Fokuskan Penanganan Hingga Akhir Musim Kemarau

Menghadapi situasi ini, Aam menyampaikan bahwa BNPB akan memfokuskan seluruh sumber daya dan strategi penanganan karhutla mulai pertengahan Juli hingga akhir September 2025. Ini sejalan dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan puncak musim kemarau akan berlangsung hingga September, bahkan berpotensi molor ke Oktober di beberapa wilayah.

Langkah antisipatif seperti penyemprotan air dengan helikopter water bombing, patroli udara, serta penempatan posko darurat di wilayah rawan telah disiapkan. BNPB juga memperkuat koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI-Polri, serta pemerintah daerah untuk memastikan respon cepat terhadap titik api.

Namun demikian, Aam mengingatkan bahwa keberhasilan menekan karhutla tidak hanya bergantung pada pemerintah, melainkan juga pada kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat.

Ajakan untuk Waspada dan Peduli

“Kami mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan waspada terhadap potensi kebakaran selama musim kemarau berlangsung. Jangan membakar lahan sembarangan, jangan membuang puntung rokok di sembarang tempat, dan laporkan segera jika melihat titik api,” imbaunya.

Ia juga menambahkan bahwa masyarakat dapat berkontribusi secara aktif melalui pelaporan titik api ke BPBD atau BNPB melalui aplikasi atau hotline bencana, yang kini telah terintegrasi secara nasional.

Kebakaran hutan dan lahan bukan sekadar isu lingkungan tetapi menyangkut kesehatan, ekonomi, dan masa depan generasi mendatang. Dalam kondisi cuaca ekstrem seperti sekarang, setiap tindakan – sekecil apa pun – bisa berarti bencana atau penyelamatan.

Masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi penonton, tetapi turut menjadi bagian dari solusi. Karena seperti yang dikatakan Aam, “Karhutla bukan hanya musibah alam, tapi juga cermin dari cara kita memperlakukan alam itu sendiri.”

(Mond)

#Karhutla #BNPB #Nasional