Desertir Marinir TNI AL jadi Tentara Bayaran Rusia Minta Pulang dari Ukraina: Satria Kumbara Mohon Ampun pada Prabowo, Ingin Kembali Jadi WNI
Satria Kumbara Minta Tolong Prabowo Dipulangkan dari Medan Perang Ukraina/ist
D'On, Jakarta – Kisah tragis mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, yang kini menjadi pasukan bayaran di medan perang Ukraina bersama tentara Rusia, memasuki babak baru yang mengundang perhatian publik Tanah Air. Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Satria dengan nada memelas memohon ampun dan pertolongan langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, agar dirinya bisa dipulangkan ke Indonesia dan mendapatkan kembali status kewarganegaraannya.
Satria, yang diketahui telah menjadi bagian dari pasukan khusus Rusia (Russian Special Military Operations), menyampaikan permintaan maaf secara terbuka melalui akun TikTok @zstrom689. Dengan pakaian tempur dan wajah penuh penyesalan, ia mengungkap bahwa tindakannya bergabung sebagai tentara bayaran dilatarbelakangi oleh desakan ekonomi.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, Wakil Presiden Bapak Gibran Rakabuming Raka, dan Bapak Menteri Luar Negeri Bapak Sugiono,” ucap Satria dalam video yang dikutip pada Senin (21/7/2025).
“Mohon izin Bapak. Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila karena ketidaktahuan saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia, sehingga mengakibatkan hilangnya status kewarganegaraan saya,” lanjutnya dengan suara terbata-bata.
Minta Presiden Batalkan Kontrak Militer dengan Rusia
Dalam pernyataan emosionalnya, Satria juga secara khusus meminta Presiden Prabowo untuk menggunakan kewenangannya guna membatalkan kontraknya dengan Kementerian Pertahanan Rusia. Ia berharap bisa bebas dari ikatan militer asing dan kembali menjadi WNI secara utuh.
“Mohon kebesaran hati Bapak untuk membantu mengakhiri kontrak saya tersebut, dan dikembalikan hak kewarganegaraan saya agar bisa kembali ke Indonesia,” ucapnya, menundukkan kepala dalam video berdurasi sekitar dua menit itu.
Permintaan ini bukan perkara sederhana. Masuknya Satria sebagai tentara aktif asing terlebih dalam konflik bersenjata internasional telah memicu konsekuensi hukum yang berat dan hampir tak bisa ditawar.
Hilangnya Status WNI: “Ia Sudah Melanggar UU”
Menanggapi kisah Satria, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa negara tak bisa sembarangan memulangkan seorang warga yang telah secara sukarela membelot dan bergabung dengan tentara asing. Bahkan, ia menyebut bahwa status kewarganegaraan Satria telah otomatis hilang.
“Undang-undang kita tidak memperbolehkan seorang WNI menjadi anggota militer negara asing, apalagi tanpa izin Presiden,” tegas Supratman.
Menurut Supratman, bergabungnya Satria dengan militer Rusia merupakan pelanggaran berat terhadap hukum nasional, khususnya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Ia menambahkan bahwa pemerintah, melalui Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU), telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menangani dampak hukum dan diplomatik dari kasus ini.
“Direktorat Tata Negara di bawah Ditjen AHU juga sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri,” katanya lagi.
Antara Nafkah, Pengkhianatan, dan Nasionalisme
Satria Arta Kumbara bukan hanya menghadapi konflik senjata di medan perang Ukraina, tapi juga berhadapan dengan dilema eksistensial: identitas, kesetiaan, dan nasib. Keputusan meninggalkan posnya sebagai prajurit Marinir TNI AL, lalu beralih menjadi tentara bayaran di Rusia, bukan saja dianggap desersi, tapi juga pengkhianatan terhadap negara.
Namun dari pengakuannya, pilihan itu dilakukan bukan karena ideologi, melainkan karena keputusasaan ekonomi.
“Saya datang ke Rusia untuk menjadi prajurit bayaran hanya demi mencari nafkah,” ujarnya.
Pernyataan ini mengundang simpati sekaligus polemik. Banyak kalangan mempertanyakan: apakah rasa nasionalisme bisa ditukar dengan kontrak dan gaji dari negara asing? Ataukah negara juga telah lalai memberi solusi bagi para mantan prajurit yang kesulitan hidup pascadinas?
Masa Depan Satria: Dilema Hukum dan Diplomasi
Kasus Satria kini menjadi bola panas antara hukum, politik, dan diplomasi. Secara legal, status WNI-nya telah hilang. Secara moral, ia sedang berjuang mengemis belas kasih. Dan secara politik, permohonannya ditujukan langsung kepada seorang Presiden yang berlatar belakang militer – yang barangkali memahami kondisi seorang prajurit lebih dari siapa pun.
Namun keputusan untuk memulangkan atau tidak, bukan hanya soal belas kasih, tapi juga preseden hukum. Jika Satria dipulangkan begitu saja, apakah ini tak akan membuka celah bagi prajurit lain untuk melakukan hal serupa?
Sampai hari ini, belum ada tanggapan resmi dari Presiden Prabowo Subianto, Wapres Gibran, maupun Menlu Sugiono. Namun video permintaan tolong Satria telah tersebar luas di media sosial dan memicu gelombang diskusi publik tentang nasib seorang desertir yang ingin pulang.
Catatan Redaksi:
Kasus Satria Kumbara adalah pengingat bahwa di balik seragam militer, ada manusia yang tetap bergelut dengan dilema hidup. Tapi negara pun tak bisa kompromi soal kesetiaan dan hukum. Kini bola ada di tangan Presiden dan kabinetnya: apakah Satria akan dipulangkan, atau dibiarkan menjadi warga dunia tanpa negara?
(Mond)
#TentaraBayaran #SatriaKumbara #DesertirTNIAL