Breaking News

Indonesia Darurat Kusta: Peringkat 3 Dunia dalam Kasus Baru, Anak-anak Mulai Terdampak

Ilustrasi penderita kusta. (Antara)

D'On, Jakarta
– Indonesia kembali menghadapi peringatan serius di bidang kesehatan masyarakat. Negara ini tercatat sebagai penyumbang kasus kusta baru terbanyak ketiga di dunia, dengan total 14.376 kasus sepanjang tahun 2023. Data ini menempatkan Indonesia di bawah India yang menduduki posisi pertama dengan 107.851 kasus, dan Brasil di posisi kedua dengan 22.773 kasus.

Temuan ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, Ina Agustina, dalam konferensi pers virtual yang digelar Jumat (4/7/2025). Ia mengungkapkan bahwa angka tersebut menunjukkan masih tingginya tingkat penularan kusta di sejumlah wilayah Indonesia.

“Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih termasuk wilayah dengan tingkat penularan kusta yang tinggi,” tegas Ina.

Baru Enam Daerah Capai Eliminasi Kusta

Kusta, penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, selama ini dikategorikan sebagai Neglected Tropical Disease (NTDs) atau penyakit tropis terabaikan. Meski begitu, di Indonesia, penyakit ini justru telah ditetapkan sebagai prioritas nasional dalam bidang kesehatan masyarakat.

Namun, progres eliminasi masih sangat terbatas. Dari ratusan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, baru enam daerah saja yang berhasil memenuhi standar eliminasi kusta sebagaimana ditetapkan oleh World Health Organization (WHO).

Kriteria tersebut mencakup:

  • Tidak ditemukan kasus kusta anak dalam lima tahun terakhir.
  • Tidak ditemukan kasus kusta dewasa dalam tiga tahun terakhir.

“Sebagian besar kabupaten/kota memang sudah tidak mencatatkan kasus kusta dewasa, tetapi kasus pada anak-anak masih menjadi perhatian serius,” jelas Ina.

Lonjakan Kasus Kusta Anak: Tanda Bahaya yang Tak Boleh Diabaikan

Kondisi yang lebih mengkhawatirkan justru terlihat dari jumlah kasus kusta anak. Hingga 31 Mei 2025, tercatat 484 kasus kusta pada anak, atau sekitar 13% dari total kasus baru. Angka ini menunjukkan peningkatan tajam dari tahun 2024 yang mencatatkan 1.420 kasus anak, atau sekitar 9,6% dari total kasus saat itu.

Ina menambahkan bahwa data ini masih bersifat dinamis karena terdapat keterlambatan pelaporan dari sejumlah daerah, terutama wilayah terpencil dan minim akses informasi. Namun, tren ini cukup untuk menjadi sinyal darurat bagi pemerintah dan masyarakat.

“Kasus kusta pada anak merupakan indikator bahwa penularan masih aktif terjadi di komunitas, bahkan menjangkau kelompok yang paling rentan,” katanya.

Stigma, Ketidaktahuan, dan Keterlambatan Diagnosis

Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan kusta adalah stigma sosial. Banyak pasien kusta menunda pengobatan karena takut dikucilkan atau tidak paham bahwa penyakit ini dapat disembuhkan secara tuntas.

Gejala awal kusta sering kali tidak disadari masyarakat, karena muncul dalam bentuk bercak putih atau kemerahan pada kulit yang mati rasa. Jika tidak segera ditangani, kusta bisa menyebabkan kerusakan saraf permanen, disabilitas, bahkan kecacatan seumur hidup.

Ina mengingatkan bahwa pemerintah telah menyediakan layanan pemeriksaan dan pengobatan kusta secara gratis di seluruh puskesmas. Masyarakat, terutama yang tinggal serumah atau berdekatan dengan pasien kusta, diimbau untuk segera memeriksakan diri bila menemukan gejala mencurigakan.

“Jangan ragu untuk datang ke puskesmas. Penanganan dini adalah kunci untuk menyembuhkan kusta dan mencegah penularan lebih lanjut,” ujar Ina.

Upaya Pemerintah: Antara Harapan dan Tantangan

Kemenkes mengklaim bahwa program penanggulangan kusta telah masuk dalam strategi kesehatan nasional. Pemerintah melakukan berbagai langkah mulai dari kampanye edukasi, pelatihan tenaga medis, hingga peningkatan akses layanan di wilayah-wilayah endemis seperti Papua, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Namun, tantangan di lapangan tidak ringan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Keterbatasan infrastruktur kesehatan di daerah terpencil.
  • Kekurangan tenaga medis terlatih untuk diagnosis dini kusta.
  • Kurangnya pelaporan kasus akibat ketidaktahuan masyarakat.
  • Stigma sosial dan diskriminasi terhadap penderita.

Panggilan untuk Semua: Lawan Kusta, Hapus Stigma

Dalam pesannya, Ina menekankan bahwa pemberantasan kusta bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang benar agar bisa mendeteksi gejala lebih awal dan mendorong penderita untuk tidak takut berobat.

Kusta bukanlah kutukan atau aib. Ini adalah penyakit yang bisa diobati dan disembuhkan, terutama bila ditangani sejak dini. Dengan kolaborasi antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat, eliminasi kusta di Indonesia bukan hal mustahil.

“Mari kita lawan kusta, bukan penderitanya,” tutup Ina.

Apa Itu Kusta?

  • Penyebab: Bakteri Mycobacterium leprae.
  • Gejala Awal: Bercak putih/kemerahan pada kulit yang mati rasa.
  • Penularan: Melalui kontak erat dan berkepanjangan.
  • Dapat Disembuhkan: Ya, dengan pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) yang tersedia gratis di puskesmas.
  • Cegah Stigma: Kusta bukan kutukan. Penyakit ini medis, bukan sosial.

Ingin membantu mengakhiri kusta di Indonesia? Laporkan gejala, edukasi masyarakat, dan jangan diskriminasi. Kusta bisa disembuhkan  stigma yang perlu dihilangkan.

(Mond)

#KementerianKesehatan #Kusta #Nasional