Empat Kampus Tarik Diri dari BEM SI Kerakyatan Usai Munas di Sumbar: "Forum Dikuasai Kepentingan Politik"
Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI menggelar aksi di sekitar Istana Presiden, Jakarta, Kamis (20/2/2025). Foto: MJR
D'On, Jakarta - Gelaran Musyawarah Nasional (Munas) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan di Universitas Dharma Andalas, Sumatera Barat, yang berlangsung pada 13–19 Juli 2025, meninggalkan jejak kontroversial. Alih-alih menyatukan langkah gerakan mahasiswa, forum ini justru memicu perpecahan tajam: empat kampus besar menyatakan mundur dari aliansi BEM SI Kerakyatan.
Empat kampus yang menyatakan keluar adalah BEM Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), BEM Universitas Diponegoro (Undip), BEM Universitas Tanjungpura (Untan), dan BEM Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Alasan mereka bukan semata kecewa, melainkan penolakan terhadap apa yang mereka nilai sebagai kemunduran arah gerakan mahasiswa yang tercermin dari dinamika forum nasional tersebut.
Gerakan Mahasiswa Dinilai Tergelincir dalam Politik Praktis
Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, menegaskan bahwa keputusan untuk menarik diri bukan didasari kekecewaan personal, tetapi sikap prinsipil terhadap arah gerakan. "BEM Undip menarik diri bukan karena kecewa, melainkan enggan menjadi bagian dari kemunduran dan perpecahan gerakan," ujarnya saat dihubungi pada Rabu, 23 Juli 2025.
Menurut Aufa, forum yang seharusnya menjadi ruang dialektika intelektual dan perjuangan moral justru menjelma menjadi arena perebutan kekuasaan internal dan ajang politik praktis. "Alih-alih menjadi ruang gagasan untuk rakyat, forum itu berubah menjadi arena konfliktual penguasa. Sangat jauh dari idealisme mahasiswa,” tambahnya dengan nada tegas.
Dugaan Intervensi Politik dan Aparat Keamanan Jadi Sorotan
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh Tiyo Ardianto, Ketua BEM Keluarga Mahasiswa UGM. Ia menyebut bahwa forum Munas justru mencederai independensi gerakan mahasiswa dengan hadirnya elit-elit politik dan aparat keamanan.
"Kehadiran mereka tidak netral. Ini menciptakan atmosfer yang tidak sehat. Apa yang kami saksikan di forum itu justru lebih mirip forum elite politik ketimbang gerakan mahasiswa," ungkap Tiyo dalam pernyataannya, Sabtu, 19 Juli 2025.
Hal senada diutarakan oleh Wiyu Ghaniy Allatif Yudistira, Presiden BEM Universitas Sultan Agung. Ia mengecam forum Munas yang menurutnya telah melenceng jauh dari nilai moralitas mahasiswa. "Forum itu sarat intervensi, aroma politik sangat kental. Kami merasa itu sudah bukan ruang mahasiswa lagi," tegasnya, Selasa, 22 Juli.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa Untan, Muhammad Najmi Ramadhan, melalui unggahan Instagram, menegaskan bahwa gerakan mahasiswa harus senantiasa berpijak pada prinsip kemandirian dan independensi. “Segala bentuk intervensi kekuasaan harus ditolak. Apapun motif dan bentuknya,” tulisnya.
Kontroversi Kehadiran BIN dan Forkopimda
Salah satu titik api dalam polemik Munas ini adalah kehadiran sejumlah pejabat negara, aparat keamanan, hingga perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN) dari Sumatera Barat dalam pembukaan forum.
Ketua BEM Universitas Dharma Andalas selaku tuan rumah, Rifaldi, menjelaskan bahwa kehadiran unsur Forkopimda—termasuk BIN dan pejabat kepolisian—merupakan bagian dari prosedur teknis yang disyaratkan oleh pengelola asrama tempat peserta menginap. "Kami memang wajib berkoordinasi dengan Forkopimda karena aturan dari Asrama Haji. Tapi kami tetap berkomitmen menjaga independensi,” ujarnya.
Namun penjelasan tersebut tidak mampu menenangkan kritik dari sebagian anggota BEM. Mereka menilai, apapun alasannya, kehadiran institusi negara dalam forum mahasiswa tetap berpotensi memengaruhi dinamika dan substansi forum.
Respons BEM SI Kerakyatan: Hormati, tapi Harap Kembali
Menanggapi gelombang pengunduran diri ini, Koordinator Media BEM SI Kerakyatan, Pasha Fazillah Afap, menyatakan pihaknya menghormati keputusan empat BEM yang keluar dari aliansi. Namun ia menyiratkan bahwa pintu rekonsiliasi masih terbuka.
“Kami sudah menjalin komunikasi dengan mereka, bahkan sejak musyawarah nasional masih berlangsung. Sekarang kami masih menunggu sikap final dari mereka,” kata Pasha.
Meskipun mencoba meredam ketegangan, kepergian empat kampus besar—termasuk UGM dan Undip—merupakan pukulan serius bagi soliditas dan legitimasi aliansi BEM SI Kerakyatan. Publik pun bertanya-tanya: ke mana arah gerakan mahasiswa ke depan? Apakah idealisme mahasiswa akan kembali dikonsolidasikan, atau justru terpecah oleh tarik-menarik kepentingan politik?
Catatan Akhir: Kemana Gerakan Mahasiswa Akan Melangkah?
Perpecahan di tubuh BEM SI Kerakyatan ini membuka tabir betapa rapuhnya barisan mahasiswa di tengah pusaran politik nasional. Forum yang seharusnya menjadi tempat menyuarakan nurani rakyat justru dikhawatirkan menjadi kendaraan pragmatis segelintir kelompok.
Kini, publik menanti: apakah gerakan mahasiswa mampu kembali ke akar perjuangannya sebagai kekuatan moral bangsa? Ataukah akan terus terjerembab dalam jebakan kuasa dan simbolisme belaka?
Source: Tempo.co
#BEMSI #BEM #Nasional