Breaking News

APBD Tergerus Gaji Pegawai, DPRD Padang Desak Pemko Genjot PAD Hingga Rp1,3 Triliun: “Kalau Tidak, Kita Bangkrut!”

Ketua DPRD Kota Padang saat Audiensi dengan Forum Wartawan Parlemen (Dok: Baim)

D'On, Padang —
Ketua DPRD Kota Padang, Muharlion, mengungkapkan fakta mencengangkan: belanja pegawai telah menggerogoti hampir setengah dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Padang tahun 2025. Tepatnya, 45 persen APBD tersedot hanya untuk membayar gaji, tunjangan, dan insentif pegawai.

Kondisi ini, kata Muharlion, sangat mengkhawatirkan. Apalagi, di tahun 2025 ini, Pemko Padang akan mengangkat sebanyak 4.899 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Artinya, pada tahun anggaran 2026, proporsi belanja pegawai dipastikan akan makin membengkak.

UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) sudah tegas memerintahkan: mulai 2027, belanja pegawai maksimal hanya boleh 30 persen dari total APBD. Ini perintah undang-undang, bukan sekadar imbauan,” tegas Muharlion, Senin (21/7), dalam diskusi terbuka bersama wartawan Forum Wartawan Parlemen (FWP) di kantor DPRD Padang.

Muharlion hadir didampingi Ketua Fraksi PKS Rafdi, serta dua anggota fraksi, Ja’far dan Gufron.

Tersandera Gaji, Terancam Tak Bisa Bangun Jalan dan Sekolah

Sesuai amanat UU HKPD, mulai tahun 2027, Pemda wajib mengalokasikan minimal:

  • 40 persen anggaran untuk infrastruktur
  • 20 persen untuk pendidikan
  • 10 persen untuk kesehatan

Jika belanja pegawai tetap di atas 40 persen, maka pembangunan infrastruktur, sekolah, dan layanan kesehatan bakal terganggu atau bahkan mandek total.

“Kita punya pilihan terbatas. Menekan pengeluaran atau menggenjot PAD (Pendapatan Asli Daerah). Tapi, menekan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) juga bukan langkah bijak. Bisa timbulkan keresahan pegawai dan turunkan kinerja pemerintahan,” ujar Muharlion.

Bahkan, katanya, jika seluruh TPP pegawai dihapus sekalipun, proporsi belanja pegawai masih tidak akan turun ke 30 persen. Artinya, satu-satunya opsi rasional adalah: naikkan PAD secara signifikan.

Target PAD 2026: Rp1,05 T vs Potensi Rp1,3 T

Wali Kota Padang, menurut Muharlion, telah mengusulkan target PAD 2026 sebesar Rp1,05 triliun. Namun Fraksi PKS DPRD Kota Padang menyebut, berdasarkan kajian internal mereka, potensinya bisa menyentuh angka Rp1,3 triliun.

“Potensi ini nyata. Tapi selama ini belum digarap maksimal oleh wali kota beserta 15 OPD penghasil PAD. Padahal peluangnya besar,” ujar alumni UNP tersebut.

Sebagai contoh, Muharlion menyebut retribusi parkir tepi jalan. Menurut data Pemko Padang, ada sekitar 500 titik parkir resmi.

“Kalau satu titik saja menyumbang Rp100 ribu per hari, maka totalnya bisa Rp50 juta sehari. Dalam setahun, itu Rp18,25 miliar. Tapi sekarang, kontribusinya baru Rp7 miliar. Jadi, ke mana uangnya?” sindir Muharlion tajam.

Opsen Pajak Kendaraan: Tambahan Rp87 Miliar Per Tahun

Muharlion juga menyoroti potensi besar dari opsen pajak kendaraan bermotor, yang kini porsi bagi hasilnya 66 persen untuk kabupaten/kota, dan 34 persen untuk provinsi, sesuai amanat UU HKPD.

Sebelumnya, kata dia, PAD dari sektor ini hanya berkisar Rp100 miliar. Dengan aturan opsen, angkanya bisa naik jadi Rp187 miliar.

Untuk mendukung hal ini, Wali Kota Padang berencana mewajibkan seluruh kendaraan milik ASN Pemko Padang berpelat BA, alias terdaftar di Kota Padang.

“Kalau tidak, TPP-nya tidak dibayarkan. Ini langkah bagus. Kami dari PKS mendukung penuh. Karena kendaraan mereka lalu-lalang di jalanan Padang, menambah kemacetan, tapi bayarnya pajak di daerah lain. Tidak fair,” tegas Muharlion.

Digitalisasi Pemungutan, Tutup Keran Kebocoran

Solusi yang ditawarkan Muharlion tak berhenti di situ. Ia menyarankan digitalisasi sistem pemungutan pajak dan retribusi, untuk menutup celah kebocoran anggaran.

“Selama ini masih banyak transaksi manual. Rentan diselewengkan. Kita butuh sistem non-tunai dan transparan. Jangan sampai uang rakyat menguap di jalan,” tegasnya.

Pajak Hotel, Restoran, Sampah: Potensi Besar yang Terlantar

Fraksi PKS juga menyoroti sektor-sektor potensial lain yang belum dioptimalkan:

  • Pajak hotel dan restoran: dibayar oleh konsumen, bukan pemilik usaha, sehingga seharusnya disetor penuh tanpa alasan.
  • Pengelolaan sampah melalui Lembaga Pengelola Sampah (LPS) di tingkat kelurahan: bisa jadi sumber PAD baru jika dikelola serius.

Fraksi PKS: Tolak Kenaikan Tarif, Tutup Kebocoran Dulu

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPRD Padang, Rafdi, menegaskan pihaknya tidak akan menyetujui penambahan PAD dengan cara menaikkan tarif layanan publik yang membebani rakyat.

“Potensi PAD yang ada saja masih banyak yang bocor. Itu dulu yang ditutup. Jangan buru-buru naikkan tarif,” tegas Rafdi, yang juga hadir dalam diskusi bersama Ja’far dan Gufron.

Ia menegaskan, Fraksi PKS mendukung penuh upaya Pemko dalam menaikkan PAD, asalkan dilakukan secara realistis dan tidak mematikan sumber yang sudah ada.

“Daerah bisa kreatif, asalkan tetap patuh pada regulasi dan RPJMD. Jangan hanya fokus pada beban rakyat,” tutupnya.

Catatan Kritis: Antara Ambisi dan Kenyataan

Peringatan dari Ketua DPRD ini menjadi sinyal keras bagi Pemko Padang: jika tidak segera mencari terobosan untuk menaikkan PAD, maka APBD Kota Padang akan semakin tersandera untuk membayar gaji pegawai.

Dengan target ambisius Rp1,3 triliun dan kenyataan PAD 2024 baru Rp616 miliar, tantangan ini tidak kecil. Tapi juga bukan mustahil, jika ada komitmen politik, transparansi anggaran, serta keberanian melakukan digitalisasi total dan penertiban kebocoran.

Karena kalau tidak, seperti kata Muharlion, “Kita bisa bangkrut dalam senyap. Infrastruktur berhenti, pelayanan mandek, dan rakyat jadi korban.

(Mond/FWP)

#PAD #Padang #DPRDPadang