Jaksa Lempar Bola ke Hakim soal Permintaan Hadirkan Jokowi di Sidang Korupsi Impor Gula
Jokowi tanggapi isu pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI. (FOTO/Febri Nugroho)
D'On, Jakarta — Permintaan agar Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, hadir dalam persidangan kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, menuai sorotan tajam. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menegaskan bahwa keputusan menghadirkan Jokowi sebagai saksi bukan berada di tangan jaksa, melainkan sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Senin malam (23/6/2025). Harli menegaskan bahwa proses persidangan kini berada dalam ranah pengadilan, sehingga segala keputusan mengenai siapa saja yang perlu dihadirkan sebagai saksi adalah otoritas majelis hakim.
"Itu berpulang kepada sikap majelis hakim. Karena ini sudah masuk ke tahap pemeriksaan di pengadilan, maka kewenangan penuh atas jalannya proses persidangan ada di tangan majelis hakim," ujar Harli di hadapan awak media.
Ia menjelaskan, apabila majelis hakim menetapkan bahwa Presiden Jokowi perlu hadir di ruang sidang untuk memberikan keterangan, maka jaksa akan menjalankan perintah itu sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Namun hingga saat ini, belum ada penetapan atau perintah resmi dari pengadilan untuk memanggil Presiden.
"Jaksa menjalankan putusan, jaksa menjalankan penetapan. Jadi kalau nanti ada perintah dari majelis hakim, tentu akan kami jalankan," imbuhnya.
Desakan dari Kuasa Hukum Tom Lembong
Permintaan agar Jokowi hadir di persidangan bukan tanpa alasan. Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (23/6/2025), menyinggung soal adanya peran Presiden dalam penunjukan Induk Koperasi Kepolisian (INKOPPOL) untuk mengatasi krisis gula saat itu.
Zaid mengutip keterangan salah satu saksi dalam sidang sebelumnya yang menyatakan bahwa INKOPPOL terlibat atas arahan langsung dari Presiden Jokowi. Penunjukan ini diduga sebagai langkah darurat mengatasi kelangkaan stok gula dan melonjaknya harga di pasaran.
"Fakta persidangan menunjukkan bahwa dari INKOPPOL itu ada arahan dari Presiden untuk membantu proses pemenuhan gula, membentuk stok untuk masyarakat karena stok menipis dan harga melonjak. Pertanyaan saya: apakah seorang menteri bisa menolak perintah Presiden?" tanya Zaid tajam kepada ahli yang dihadirkan jaksa.
Ahli Sarankan Presiden Dihadirkan
Pertanyaan tersebut dilontarkan saat Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi ahli hukum administrasi negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra. Dalam keterangannya, Wiryawan menilai bahwa kehadiran Jokowi dalam persidangan bisa memperjelas apakah benar ada perintah langsung dari Presiden kepada Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan saat itu.
Wiryawan bahkan menegaskan bahwa jika memang terdapat perintah yang secara administratif mengikat dari Presiden, maka sangat relevan bagi persidangan untuk mendengar langsung penjelasan dari kepala negara.
"Jika ada dugaan bahwa kebijakan itu berasal dari perintah Presiden, maka sangat penting untuk memastikan konteks dan sifat perintah tersebut. Apakah bersifat instruksi, imbauan, atau kebijakan strategis? Ini akan berdampak pada tanggung jawab hukum terdakwa," kata Wiryawan dalam sidang.
Politik atau Prosedur?
Permintaan menghadirkan presiden dalam ruang sidang korupsi bukanlah hal yang biasa. Secara hukum, memang dimungkinkan untuk memanggil Presiden sebagai saksi, namun langkah tersebut biasanya sangat sensitif secara politik dan memerlukan pertimbangan mendalam dari hakim.
Sementara itu, pengamat hukum pidana dan tata negara menilai bahwa keputusan menghadirkan Jokowi harus dilandasi kebutuhan untuk mengungkap kebenaran materiil dalam kasus ini, bukan semata demi kepentingan pembelaan atau sensasi politik.
“Kalau memang peran Presiden strategis dan relevan, maka sah saja dihadirkan sebagai saksi. Tapi harus diingat, prosedurnya harus melalui permintaan resmi ke pengadilan dan disetujui oleh majelis hakim,” ujar salah satu pakar hukum dari Universitas Indonesia saat dimintai tanggapan.
Kasus Tom Lembong kini memasuki babak penting. Pengadilan harus menjawab tantangan untuk menggali kebenaran seutuhnya di tengah pernyataan bahwa kebijakan impor gula adalah bagian dari solusi darurat nasional. Apakah benar sang Menteri hanya menjalankan perintah? Atau justru ada penyimpangan prosedural yang terjadi atas nama kedaruratan pangan?
Semua mata kini tertuju ke majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat—akankah mereka membuka jalan bagi kehadiran Presiden Jokowi di ruang sidang, atau tetap memproses kasus ini tanpa menggali lebih dalam ke arah Istana?
(Mond)
#Hukum #Jokowi #KorupsiImporGula