Breaking News

Diduga Peras dan Ancam Warga, Oknum Wartawan Dilaporkan ke Polda Sumbar: “Motor Kami Harus Dijual Demi Penuhi Permintaan Mereka”

Ismail Novendra (Tengah) Kuasa Hukum Korban Laporkan Dugaan Pemerasan oleh Oknum Wartawan ke Polda Sumbar 

D'On, Padang —
Dunia jurnalistik kembali tercoreng oleh ulah segelintir oknum yang diduga menyalahgunakan profesi mulia tersebut demi keuntungan pribadi. Kali ini, Rahmat EP, seorang warga Silungkang, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, mengaku menjadi korban pemerasan dan pengancaman oleh beberapa orang yang mengaku sebagai wartawan dari salah satu media online. Ironisnya, demi memenuhi permintaan mereka, keluarganya harus menjual sepeda motor satu-satunya alat transportasi yang dimiliki.

Kasus ini kini telah dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumbar, dengan Advokat Ismail Novendra, S.H., yang dikenal dengan sapaan Raja Tega, sebagai kuasa hukum korban.

Ancaman Lewat Tulisan, Uang Jadi "Tiket" Penghapusan Berita

Semua bermula ketika tiga artikel tentang Rahmat EP tayang di situs berita republikpers.id. Artikel tersebut dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Pers maupun Kode Etik Jurnalistik. Rahmat mengaku, setelah tulisan itu muncul, ia langsung dihubungi oleh seseorang bernama AF, yang memperkenalkan diri sebagai wartawan sekaligus perantara dari penulis artikel berinisial S.

Melalui kakak iparnya, Rian, Rahmat diminta menyerahkan uang sebesar Rp12 juta jika ingin tulisan tersebut dihapus. Jumlah itu, menurut AF, adalah syarat yang ditentukan oleh S, sang penulis berita. Karena merasa tak sanggup, Rahmat mencoba menawar, dan akhirnya setelah perundingan, jumlahnya disepakati menjadi Rp4 juta.

Pembagian dana pun disebut secara rinci:

  • Rp2 juta untuk AF dan S selaku wartawan dan penulis.
  • Rp1 juta untuk R, tokoh masyarakat Silungkang.
  • Rp1 juta untuk N, tokoh pemuda setempat.

AF menjanjikan bahwa begitu uang dikirim, ketiga berita itu akan segera dihapus dari media.


Uang Dikirim Bertahap, Berita Dihapus Setelah Lunas

Tak memiliki uang kontan, Rahmat terpaksa menggadaikan dan akhirnya menjual sepeda motor miliknya demi memenuhi permintaan itu. Ia mengirimkan uang Rp2,5 juta terlebih dahulu pada Jumat dinihari (27/6), lalu menyusul Rp1,5 juta siangnya semua ke rekening Bank Mandiri atas nama AF.

Baru setelah pelunasan penuh senilai Rp4 juta, artikel tersebut hilang dari situs. Namun rasa lega itu tak berlangsung lama, karena Rahmat merasa telah diperas dan dipermainkan oleh pihak yang seharusnya menjunjung tinggi integritas jurnalistik.

Kuasa Hukum Desak Polda Bertindak Tegas: “Jangan Biarkan Masyarakat Jadi Korban Selanjutnya”

Ismail Novendra, S.H., selaku kuasa hukum Rahmat, menegaskan bahwa tindakan oknum wartawan ini tidak hanya mencoreng profesi jurnalistik, tetapi juga merugikan masyarakat kecil yang tak punya daya tawar menghadapi tekanan semacam itu.

Menurut keterangan dari Bripda Alfikri Sandri, petugas piket di Ditreskrimsus yang menerima laporan, aduan ini akan segera diteruskan ke atasan, yakni Direktur Reskrimsus Polda Sumbar. "Tinggal menunggu tindak lanjut dari penyidik," kata Alfikri kepada Ismail.

Namun Ismail mendesak agar Polda Sumbar tidak hanya sekadar menerima laporan, tetapi segera menindaklanjutinya secara serius.

“Ini bukan sekadar permintaan kami sebagai kuasa hukum, tapi jeritan masyarakat kecil yang terpaksa menjual sepeda motor demi memenuhi permintaan yang bersifat memaksa dan mengintimidasi. Kami minta Polda Sumbar segera tetapkan tersangka dan lakukan penahanan. Jangan sampai ada Rahmat-Rahmat lainnya yang jadi korban berikutnya,” tegasnya.

Preseden Buruk bagi Dunia Pers

Kasus ini menjadi pengingat betapa profesi jurnalis dapat menjadi senjata bermata dua. Di tangan orang yang tepat, jurnalisme menjadi pilar demokrasi. Tapi di tangan oknum yang tak bertanggung jawab, ia berubah menjadi alat pemerasan yang merusak kepercayaan publik dan mengoyak marwah profesi.

Sementara proses hukum tengah bergulir, masyarakat berharap agar keadilan berpihak pada kebenaran, dan agar kasus seperti ini menjadi yang terakhir terjadi di Sumatera Barat, bahkan di Indonesia.

(Ril)

#Pemerasan #Hukum #PoldaSumbar