Breaking News

Polda Jateng Bongkar Sindikat Preman Berkedok Wartawan, Ratusan Anggota Beroperasi di Pulau Jawa

Ilustrasi borgol kabel ties.

D'On, Semarang
Polda Jawa Tengah membongkar sebuah sindikat kejahatan yang terorganisir dengan rapi. Bukan sekadar preman jalanan, jaringan ini berkamuflase sebagai wartawan dan menjalankan aksi pemerasan terhadap para pejabat, profesional, dan publik figur. Lebih mengejutkan lagi, jumlah anggota sindikat ini diduga mencapai ratusan orang dan tersebar di berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (16/5/2025), Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, mengungkapkan bahwa empat pelaku utama telah ditangkap, yakni Herdiyah Mayandini Giatayu (33), Abraham Marturia Siregar (26), Kevin Sitinjak (25), dan Indra Hermawan (30). Keempatnya berasal dari Bekasi, Jawa Barat.

"Awalnya kami identifikasi tujuh orang pelaku. Namun saat penangkapan, tiga pelaku berhasil kabur. Dari hasil interogasi dan penelusuran digital, jumlah anggota sindikat ini ternyata jauh lebih besar  diperkirakan mencapai 175 orang," ujar Kombes Subagio.

Modus Operandi yang Terencana

Menurut Subagio, sindikat ini beroperasi dengan pola yang sangat sistematis. Mereka biasa berkumpul dan ‘berburu’ korban di hotel-hotel berbintang. Target mereka bukan sembarang orang  biasanya individu yang tampak mapan secara finansial: pengusaha, anggota legislatif, akademisi, bahkan dokter.

Aksi dimulai saat para korban terlihat keluar dari hotel bersama pasangan non-resmi. Dalam situasi yang rawan itu, para pelaku langsung bergerak. Mereka mengambil foto diam-diam dan kemudian mengaku sebagai wartawan dari media ternama seperti Detik atau Kompas. Setelah itu, ancaman mulai dilancarkan: jika korban tidak ingin “berita” tentang perselingkuhan atau dugaan asusila itu disebarkan ke publik, maka mereka harus membayar sejumlah uang.

“Korban biasanya panik. Demi menjaga reputasi, mereka memilih menyerahkan uang. Salah satu kasus yang kami tangani, korban telah sempat mentransfer Rp12 juta,” kata Subagio.

Identitas Palsu dan Media Fiktif

Dalam proses penangkapan yang dilakukan pada Minggu, 12 Mei 2025 di sebuah rest area, keempat tersangka sempat menunjukkan kartu identitas pers dari media yang tak dikenal publik: Siasat Kota, Gaung Demokrasi, Mata Bidik, dan Morality News. Mereka juga mengklaim sebagai wartawan dari media besar, berharap korban tak berani melawan.

Namun, pengecekan ke Dewan Pers membuktikan bahwa keempat media yang disebutkan itu tidak terdaftar secara resmi. Ini menegaskan bahwa sindikat tersebut memang beroperasi dengan identitas palsu demi memuluskan aksi pemerasan.

“Media-media ini fiktif. Tidak ada dalam database Dewan Pers. Mereka hanya memanfaatkan nama media untuk memberikan kesan legal dan profesional,” tegas Subagio.

Struktur Sindikat: Terorganisir dan Menyebar

Salah satu temuan mengejutkan adalah skala operasi sindikat ini. Mereka tidak bekerja dalam kelompok kecil. Sebuah ‘unit’ atau tim pemerasan terdiri dari minimal 10 orang. Ada pula tim yang beranggotakan hingga 70 orang dan tersebar di berbagai kota besar di Jawa seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Menariknya, latar belakang para anggota sindikat ini cukup beragam. Ada yang berlatar belakang sebagai wirausahawan, buruh, bahkan mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa perekrutan dilakukan secara luas dan tidak memandang latar belakang sosial maupun pendidikan.

“Ini bukan kelompok iseng. Mereka sangat terstruktur. Bahkan ada pembagian tugas, dari pengintai, fotografer, hingga negosiator pemerasan,” kata Subagio.

Ancaman Hukuman dan Tindak Lanjut

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan. Mereka terancam hukuman penjara maksimal sembilan tahun. Polda Jateng juga masih terus memburu tiga pelaku lain yang melarikan diri serta menelusuri jaringan lebih luas yang mungkin terlibat dalam sindikat ini.

“Pengungkapan ini baru permulaan. Kami menduga jaringan ini masih menyimpan banyak cabang dan aktor lain di belakang layar. Kami akan bongkar sampai ke akar-akarnya,” tegas Subagio.

Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap maraknya penyalahgunaan profesi pers sebagai tameng untuk kejahatan. Masyarakat diminta untuk selalu mengecek legalitas media dan identitas wartawan yang menghubungi mereka, serta segera melapor ke pihak berwajib jika mengalami intimidasi atau pemerasan.

(Mond)

#Preman #PoldaJateng