Breaking News

Mengapa TNI Turun Tangan Jaga Kantor Kejaksaan? Ini Penjelasan Resmi dan Polemik yang Muncul

Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi. (Puspen TNI)

D'On, Jakarta
— Sebuah keputusan yang tak biasa tengah menyedot perhatian publik. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memerintahkan pengerahan pasukan militer untuk menjaga kantor kejaksaan negeri (kejari) dan kejaksaan tinggi (kejati) di seluruh penjuru Indonesia. Langkah ini langsung memicu perdebatan sengit di ruang publik, terutama dari kalangan masyarakat sipil yang khawatir terhadap potensi pelanggaran prinsip negara demokratis dan supremasi hukum.

Di tengah riuh kritik, TNI melalui Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mayjen Kristomei Sianturi angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa pengerahan prajurit ini bukan langkah sporadis, melainkan bagian dari kerja sama strategis antara TNI dan Kejaksaan Agung yang telah disahkan dalam sebuah Nota Kesepahaman (MoU) sejak April 2023. MoU tersebut menjadi dasar hukum bagi segala bentuk dukungan dan keterlibatan TNI dalam berbagai aspek operasional lembaga kejaksaan.

“Surat telegram itu adalah bagian dari mekanisme kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif. Ini bukan hal baru dan telah dijalankan sebelumnya dalam konteks sinergi lintas lembaga,” ujar Kristomei dalam keterangannya pada Senin (12/5/2025).

Apa Isi MoU TNI dan Kejaksaan?

MoU yang diteken pada 6 April 2023 dengan Nomor NK/6/IV/2023/TNI, memuat delapan poin kerja sama yang cukup luas cakupannya. Berikut adalah ruang lingkup kerja sama yang dimaksud:

  1. Pendidikan dan pelatihan bagi prajurit dan jaksa, untuk meningkatkan kapasitas dalam penegakan hukum dan pertahanan negara.
  2. Pertukaran informasi antara kedua institusi guna memperkuat koordinasi dalam menghadapi kejahatan yang mengancam stabilitas nasional.
  3. Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan RI, yang dapat mencakup peran administratif maupun pengamanan.
  4. Penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI, guna memastikan penegakan hukum internal di tubuh TNI berjalan sesuai standar yuridis sipil.
  5. Bantuan personel TNI dalam tugas dan fungsi kejaksaan, terutama dalam pengamanan fisik objek vital dan operasional strategis.
  6. Dukungan hukum kepada TNI, termasuk litigasi, pendampingan hukum dalam perkara perdata dan tata usaha negara.
  7. Pemanfaatan sarana dan prasarana milik masing-masing lembaga untuk mendukung pelaksanaan tugas bersama.
  8. Koordinasi teknis dalam penyidikan dan penuntutan perkara koneksitas, yaitu kasus yang melibatkan sipil dan militer.

Menurut Kristomei, pengerahan prajurit ke kantor-kantor kejaksaan dilakukan berdasarkan permintaan resmi serta kajian kebutuhan yang terukur. Ia menegaskan bahwa seluruh pelibatan TNI tetap berjalan dalam koridor hukum dan prinsip profesionalitas, netralitas, serta sinergi antarlembaga negara.

“Ini adalah bagian dari komitmen TNI dalam menjalankan tugas pokok sebagaimana tertuang dalam undang-undang, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari berbagai bentuk ancaman dan gangguan,” tambahnya.

Kritik dari Masyarakat Sipil: Ada yang Tidak Beres?

Meski dijelaskan sebagai bagian dari kerja sama institusional, kebijakan ini tetap menuai gelombang penolakan dari berbagai kelompok masyarakat sipil. Koalisi masyarakat sipil menyampaikan kekhawatirannya bahwa pengerahan militer ke institusi penegak hukum sipil bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan supremasi sipil atas militer.

Dalam pernyataan resmi, mereka meminta Panglima TNI untuk mencabut kebijakan tersebut karena dinilai bertentangan dengan konstitusi serta prinsip reformasi sektor keamanan. Mereka juga menilai bahwa keterlibatan militer dalam urusan sipil seharusnya bersifat terbatas, selektif, dan berada di bawah pengawasan ketat.

“Langkah ini bisa mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil. Kita tidak boleh kembali ke era di mana militer punya andil dalam urusan hukum sipil,” ujar salah satu anggota koalisi dalam konferensi pers.

Antara Sinergi dan Ancaman Demokrasi

Fenomena ini membuka kembali wacana sensitif tentang posisi dan peran TNI dalam kehidupan sipil. Di satu sisi, sinergi lintas lembaga dalam menjaga stabilitas negara adalah hal yang diperlukan. Namun di sisi lain, keterlibatan militer di ranah sipil harus tetap diawasi secara ketat agar tidak menyimpang dari prinsip demokrasi dan reformasi TNI pascareformasi 1998.

Kini, publik menanti kejelasan arah kebijakan ini: apakah benar demi penguatan sinergi kelembagaan, atau ada agenda tersembunyi yang perlu diwaspadai? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan kepercayaan masyarakat terhadap kedua institusi negara yang sama-sama vital tersebut TNI dan Kejaksaan.

(B1)

#TNI #Militer #Kejaksaan #Nasional