Breaking News

Memanasnya Konflik Agraria Kaligedang: Warga Bentrok dengan TNI, Aset Dibakar, Mediasi Jadi Jalan Tengah

Warga bentrok dengan TNI akibat konflik agraria Kaligedang.

D'On, Bondowoso
 – Ketegangan yang selama ini terpendam di Desa Kaligedang, Kecamatan Ijen, Bondowoso, akhirnya meledak. Kamis pagi itu berubah menjadi siang yang mencekam, ketika amarah warga pecah dalam bentrokan dramatis dengan tiga anggota TNI dari Yonif 514 Raider Bondowoso. Konflik agraria yang telah membara selama bertahun-tahun akhirnya mencapai titik didih, menandai babak baru dalam sengketa lahan antara warga dan perusahaan perkebunan negara.

Akar Konflik: Tanah, Sertifikat, dan Rasa Ketidakadilan

Konflik ini bermula dari ketidakjelasan batas lahan antara warga dan pihak PTPN Kebun Blawan. Warga Desa Kaligedang sejak lama mengklaim bahwa sebagian tanah yang mereka garap secara turun-temurun kini masuk dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN. Dalam upaya mempertahankan hak atas tanah leluhur, warga mendirikan pos keamanan swadaya di area yang mereka yakini milik desa.

Namun, langkah itu justru memicu reaksi dari pihak TNI yang berada di bawah komando pengamanan objek vital negara. Pemetaan wilayah oleh TNI, yang mengacu pada sertifikat HGU resmi, dianggap warga tidak akurat dan mengabaikan sejarah penguasaan lahan oleh masyarakat lokal. Perbedaan sudut pandang inilah yang menjadi bara dalam sekam dan akhirnya membakar situasi.

Puncak Ketegangan: Aset Terbakar, Anggota TNI Disandera

Ketegangan meledak setelah insiden pembongkaran pos keamanan oleh pihak TNI. Warga yang marah kemudian membalas dengan tindakan destruktif: dua rumah dinas karyawan PTPN dan satu unit mobil operasional dibakar massa. Amarah kolektif itu seolah menjadi pelampiasan atas frustrasi yang telah lama dipendam.

Dalam kekacauan itu, tiga anggota TNI sempat disandera oleh warga. Video amatir yang tersebar luas di media sosial memperlihatkan suasana panas: teriakan, kerumunan warga yang membawa kayu dan batu, serta aparat yang berusaha menenangkan situasi. Meski akhirnya para prajurit berhasil dibebaskan tanpa luka serius, insiden tersebut menggambarkan betapa dalam luka sosial akibat konflik agraria ini.

Respons Aparat dan Upaya Pemulihan

Kapolres Bondowoso, AKBP Harto Agung Cahyono, menyampaikan bahwa situasi saat ini sudah terkendali. Ia menegaskan bahwa insiden penyanderaan tidak sepenuhnya dimaksudkan sebagai aksi kekerasan terencana, melainkan dipicu oleh kesalahpahaman dan emosi sesaat.

"Fokus kami sekarang adalah menenangkan situasi dan membangun kembali komunikasi yang sempat terputus antara warga, pihak PTPN, dan institusi militer," kata AKBP Harto kepada awak media.

Ia juga menyebutkan bahwa pihak kepolisian tengah memfasilitasi pertemuan lintas lembaga, termasuk melibatkan tokoh masyarakat dan perwakilan warga, guna mencari jalan keluar atas konflik yang dinilai sensitif ini.

Mencari Jalan Tengah: Mediasi atau Eskalasi?

Pengamat agraria menilai insiden Kaligedang sebagai cerminan dari krisis struktural dalam tata kelola pertanahan di Indonesia. Ketimpangan kepemilikan lahan, ketidaktepatan pemetaan, hingga lemahnya pengakuan atas hak ulayat masyarakat adat dan lokal, menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Di Kaligedang, bom itu sudah meledak. Dan kini, yang menjadi tantangan bukan hanya memadamkan apinya, tetapi juga menyembuhkan luka yang ditinggalkannya. Masyarakat menuntut pengakuan, keadilan, dan kejelasan hukum atas tanah yang mereka anggap warisan turun-temurun. Di sisi lain, negara dihadapkan pada dilema antara menjaga legalitas aset negara dan memenuhi rasa keadilan rakyatnya.

Konflik Kaligedang bukan hanya soal tanah. Ini adalah cerita tentang identitas, kepercayaan yang terkikis, dan sistem yang selama ini berjalan pincang. Selagi proses mediasi berjalan, harapan publik bertumpu pada penyelesaian yang adil dan manusiawi bukan hanya bagi warga Kaligedang, tapi juga bagi banyak desa lain yang menghadapi persoalan serupa.

(B1)

#Bentrok #Peristiwa #Agraria #TNI