Breaking News

Luhut Soal Desakan Pencopotan Gibran dari Kursi Wapres: "Itu Sikap Kampungan, Kita Harus Kompak Dukung Pemerintahan"

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan paparan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA FOTO

D'On, Jakarta
Ketua Dewan Energi Nasional sekaligus tokoh senior dalam lingkar kekuasaan nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, angkat suara dengan nada tegas soal isu yang sedang ramai: desakan dari ratusan purnawirawan TNI agar Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, dicopot dari jabatannya.

Dalam pernyataan lugas yang dilontarkan dari Istana Negara, Senin (5/5/2025), Luhut menyebut manuver tersebut sebagai tindakan yang “kampungan”. Menurutnya, di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global, hal seperti ini justru memperkeruh suasana dan mengganggu fokus bangsa yang seharusnya bersatu mendukung pemerintahan baru hasil Pemilu 2024.

“Kita itu harus kompak. Ini keadaan dunia begini, ribut-ribut begitu kan kampungan itu. Kita harus fokus gimana mendukung pemerintahan dengan baik,” tegas Luhut.

Pernyataan ini menanggapi surat terbuka yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI lintas matra yang menuntut pencopotan Gibran dari posisi Wakil Presiden. Isu ini bukan datang dari satu-dua tokoh, melainkan menjadi suara kolektif dari lebih dari 300 perwira tinggi dan menengah TNI dari matra darat, laut, dan udara.

Tuntutan Kolektif Purnawirawan: Bukan Sekadar Gimmick Politik

Surat yang dilayangkan kepada lembaga negara ini berisi delapan tuntutan utama, dengan salah satunya secara eksplisit menyuarakan wacana pemakzulan Gibran. Di antara penandatangan surat tersebut terdapat tokoh-tokoh besar seperti:

  • Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
  • Tyasno Soedarto
  • Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto
  • Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan

Tak hanya itu, surat tersebut juga diketahui dan, menurut informasi yang beredar, direstui oleh Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, seorang tokoh yang selama ini dikenal moderat namun vokal terhadap arah perjalanan demokrasi bangsa.

Secara total, surat ini ditandatangani oleh:

  • 103 jenderal
  • 73 laksamana
  • 65 marsekal
  • 91 kolonel

Jumlah yang cukup untuk menunjukkan bahwa ini bukan suara sumbang segelintir pihak, melainkan refleksi keresahan dari kalangan yang pernah berada di jantung pertahanan negara.

Antara Legitimasi Politik dan Dinamika Elektoral

Meski belum ada tindak lanjut formal dari lembaga kenegaraan terkait usulan pemakzulan Gibran, dinamika ini menyiratkan ketegangan antara hasil Pemilu 2024 dan persepsi terhadap legitimasi politiknya. Gibran, yang merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo, memang menjadi sorotan sejak awal pencalonannya sebagai Cawapres Prabowo Subianto—khususnya setelah Mahkamah Konstitusi mengubah syarat batas usia capres-cawapres.

Namun bagi Luhut, isu ini sudah selesai. Ia menilai saat ini bukan waktunya mempersoalkan hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas nasional.

“Saya pikir cukup sudah. Yang menang ya menang. Sekarang kita fokus kerja. Jangan ada lagi manuver-manuver politik yang merugikan bangsa,” lanjutnya.

Panggung Politik Pasca-Pemilu: Babak Baru Ketegangan Sipil-Militer?

Fenomena ini menunjukkan bahwa dinamika politik pasca-Pemilu belum sepenuhnya tenang. Keikutsertaan sejumlah purnawirawan dalam gerakan moral seperti ini bisa menjadi indikator kekecewaan atau keresahan yang lebih dalam terhadap kondisi demokrasi dan tata kelola negara.

Pertanyaannya kini: apakah suara para purnawirawan ini akan diakomodasi secara politik, atau justru dianggap sebagai tekanan yang melewati batas? Apakah ini awal dari resistensi sipil-militer terhadap kepemimpinan baru?

Satu hal yang jelas, Luhut telah mengambil posisi: membela Gibran dan meminta semua pihak “berjiwa besar”.

(Mond)

#PemakzulanGibran #Politik #Nasional #LuhutBinsarPandjaitan