Breaking News

Kenapa Ada Anak yang Sangat Ceroboh? Ini Penjelasan Mendalam dari Sisi Psikologis

(Ilustrasi: Pavel Danilyuk/pexels.com)

Dirgantaraonline
- Di setiap kelas sekolah dasar, selalu ada satu anak yang sering menjatuhkan benda, menumpahkan minuman, atau tersandung tanpa alasan jelas. Anak ini kerap dicap "ceroboh" oleh guru maupun orang tua. Tapi, pernahkah kita bertanya lebih dalam: kenapa ada anak yang sangat ceroboh? Apakah ini sekadar sifat bawaan, atau ada hal lain yang bersembunyi di balik tingkah laku tersebut?

Psikologi perkembangan anak memberikan kita kacamata baru untuk memahami bahwa kecerobohan bukan sekadar soal tidak hati-hati, tapi bisa menjadi sinyal dari berbagai dinamika kompleks dalam tubuh dan pikiran anak.

1. Perkembangan Motorik yang Belum Matang

Menurut psikolog anak Dr. Livia Permata, anak yang sering ceroboh bisa jadi mengalami keterlambatan dalam koordinasi motorik halus dan kasar. Motorik kasar mencakup gerakan tubuh besar seperti berlari atau melompat, sedangkan motorik halus melibatkan koordinasi tangan dan mata, seperti saat menulis atau menuang air.

“Banyak anak tampak ceroboh karena sistem neuromotoriknya belum matang. Mereka kesulitan mengatur keseimbangan atau memperkirakan jarak benda, sehingga sering tersandung atau menabrak barang,” jelas Dr. Livia.

Kondisi ini bahkan memiliki istilah medis: Developmental Coordination Disorder (DCD) atau gangguan koordinasi perkembangan, yang kerap tidak terdiagnosis karena sering disalahartikan sebagai ‘anak malas’ atau ‘tidak fokus’.

2. Kurangnya Konsentrasi dan Fokus

Kecerobohan juga kerap berakar pada kurangnya perhatian atau gangguan konsentrasi. Anak-anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), misalnya, cenderung impulsif, tidak bisa diam, dan sulit memperhatikan detail.

“Mereka bukan tidak peduli, tapi otaknya memang bekerja dengan cara yang berbeda. Impulsif membuat mereka bertindak tanpa berpikir panjang, sehingga cenderung membuat kesalahan kecil yang terlihat ceroboh,” tambah psikolog anak dan remaja Nadya Ramadhani, M.Psi.

3. Faktor Emosional dan Lingkungan

Kita juga harus menyoroti faktor emosional. Anak yang mengalami tekanan di rumah, kecemasan, atau kurang tidur bisa menunjukkan gejala ceroboh karena pikirannya sedang tidak stabil. Ketika emosi tidak tertata, tubuh juga kehilangan sinkronisasi.

Lingkungan yang terlalu menuntut, membebani anak dengan ekspektasi tinggi, atau bahkan kurang memberi ruang eksplorasi, juga bisa memicu perilaku ceroboh. Seorang anak yang takut dihukum jika melakukan kesalahan bisa justru semakin gugup dan membuat kesalahan lebih sering.

4. Kurangnya Latihan dan Stimulasi Fisik

Tak bisa dipungkiri, era digital mengubah pola aktivitas anak. Banyak anak yang lebih sering menatap layar ketimbang memanjat pohon atau bermain lompat tali. Aktivitas fisik yang minim dapat menghambat perkembangan sensorik dan motorik, yang pada akhirnya membuat anak lebih canggung dalam bergerak.

“Gerakan tubuh itu seperti bahasa. Kalau tidak sering dipakai, maka akan kaku dan tidak lancar. Anak-anak butuh latihan konsisten untuk memahami cara tubuh mereka bekerja,” jelas Dr. Livia.

5. Bakat atau Karakter Unik?

Menariknya, ada juga anak-anak yang sangat aktif, berpikir cepat, dan punya imajinasi tinggi, sehingga gerak tubuh mereka tidak selalu sejalan dengan pikirannya. Mereka tampak ceroboh, padahal sebenarnya hanya lebih cepat berpikir daripada bertindak.

Dalam beberapa kasus, kecerobohan adalah ‘efek samping’ dari otak yang sangat kreatif dan penuh ide.

Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua dan Guru?

a. Alihkan Label, Gali Potensi
Alih-alih menyebut anak sebagai "ceroboh", coba katakan “ayo kita cari cara supaya kamu bisa lebih hati-hati.” Fokus pada solusi, bukan pada label.

b. Latih Koordinasi Motorik
Ajak anak bermain aktivitas fisik seperti bersepeda, berenang, atau main bola. Permainan keseimbangan juga sangat baik untuk perkembangan motoriknya.

c. Beri Lingkungan yang Aman dan Empatik
Anak akan belajar lebih baik jika ia merasa diterima. Hindari mengolok atau mempermalukan anak karena kecerobohannya.

d. Perhatikan Pola Tidur dan Nutrisi
Kurang tidur atau kekurangan zat besi dapat memengaruhi fokus dan koordinasi anak.

e. Konsultasi dengan Ahli
Jika kecerobohan anak sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, tidak ada salahnya berkonsultasi dengan psikolog atau dokter tumbuh kembang.


Kesimpulan: Ceroboh Bukan Akhir Cerita

Kecerobohan pada anak bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, namun dimengerti. Di balik tindakan yang tampak sepele itu, mungkin tersembunyi dunia emosi, kebutuhan perkembangan, atau potensi besar yang belum diasah. Orang tua dan guru punya peran penting dalam menemani anak mengeksplorasi tubuh dan pikirannya tanpa stigma, tanpa label negatif.

Karena sejatinya, di balik tangan yang menjatuhkan gelas, mungkin ada seorang penemu, seniman, atau pemimpin masa depan yang sedang belajar mengendalikan dunianya sendiri.

(***)

#Parenting #AnakCeroboh