Senior Beringas, Junior Jadi Korban: Nasib Bripda TT di Ujung Tanduk Setelah Aksi Kekerasan di SPN NTT Terbongkar Publik

Oknum Senior Polisi Aniaya Junior di NTT (Dok: Ist)
D'On, Jakarta - Nasib Bripda TT kini benar-benar berada di tepi jurang karier kepolisian. Satu video berdurasi tak lebih dari satu menit telah mengubah jalan hidupnya: memperlihatkan dirinya menghajar dua siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) NTT hingga publik Indonesia tersentak.
Dalam rekaman yang viral itu, terlihat jelas seorang pria berseragam yang belakangan diidentifikasi sebagai Bripda TT, seorang senior di lingkungan SPN berdiri tegap di sebuah ruangan tertutup. Tanpa banyak bicara, ia memukul dan menendang dua siswa SPN yang tampak ketakutan. Diduga, aksi brutal itu dipicu oleh pelanggaran disiplin ringan: sang junior kedapatan merokok.
Namun yang dianggap "pembinaan" versi senior ini berubah menjadi kekerasan terang-terangan, dan masyarakat tidak tinggal diam.
Kapolda Turun Tangan: Instruksi Tegas untuk Sapu Bersih Budaya Kekerasan
Viralnya video tersebut langsung mengguncang internal Polda Nusa Tenggara Timur. Kapolda NTT, Irjen Pol Rudi Darmoko, disebut memberikan atensi penuh, sebuah istilah yang kerap menandakan bahwa pimpinan tidak ingin kasus berhenti di meja tengah.
Atas perintah langsung Kapolda, Bripda TT diamankan dan ditempatkan dalam Penempatan Khusus (Patsus) langkah disipliner yang biasanya diterapkan untuk anggota yang diduga melakukan pelanggaran serius. Patsus tidak sekadar “ruang khusus”, tetapi sebuah penahanan internal yang bertujuan mencegah pelaku memanipulasi jalannya pemeriksaan, menghilangkan barang bukti, mempengaruhi saksi, atau bahkan kabur.
“Personel tersebut sudah kami tempatkan di ruang khusus sesuai perintah langsung Kapolda,” ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra, Jumat (14/11/2025).
Profil Singkat yang Mengguncang: Baru 9 Bulan Berdinas, Sudah Tersandung Kasus Berat
Fakta lain yang membuat publik terkejut: Bripda TT ternyata baru menjabat selama 9 bulan 1 hari sebagai bintara (BA) di Direktorat Samapta Polda NTT. Usianya dalam dunia kepolisian bahkan belum genap satu tahun, tetapi sudah tercoreng oleh tindakan yang dinilai mencoreng institusi.
Peristiwa pemukulan itu terjadi Kamis, 13 November 2025, seolah menunjukkan bahwa budaya kekerasan di lingkungan senior-junior masih menjadi problem laten yang sulit diberantas bila tidak ada pengawasan ketat.
Polda NTT Beri Sinyal Tegas: Kekerasan Tidak Akan Ditoleransi
Kombes Henry menegaskan bahwa institusi tidak akan menutup mata. Tidak ada “kamuflase pembinaan”, tidak ada justifikasi senioritas, dan tidak ada pembelaan pada tindakan yang melanggar hukum.
“Praktik kekerasan tidak bisa dibenarkan. Kepada para senior dan junior, kami ingatkan pentingnya prinsip asih, asah, dan asuh,” tegasnya.
Pesan itu bukan sekadar statement, tetapi peringatan keras kepada seluruh anggota bahwa zaman sudah berubah. Kekerasan internal yang dulu mungkin dianggap tradisi kini dapat menjadi ancaman serius bagi reputasi pribadi maupun institusi.
Kasus Masih Bergulir: Menanti Keputusan Disiplin dan Pidana
Meski Bripda TT telah diamankan, proses pemeriksaan baru saja dimulai. Statusnya kini berada dalam “zona merah”: bisa berakhir pada hukuman disiplin berat, pencopotan, bahkan proses pidana apabila ditemukan unsur penganiayaan.
Sementara itu, publik masih menunggu langkah lanjutan dari Polda NTT. Apakah kasus ini akan menjadi momentum perombakan budaya senioritas yang melebar menjadi kekerasan? Atau justru menjadi satu dari sekian banyak kasus serupa yang redup seiring waktu?
Yang jelas, satu hal kini pasti: masa depan Bripda TT berada di ujung tanduk, dan semua mata sedang mengarah padanya.
(Obroy)
#Kekerasan #Penganiayaan #Kriminal #Polri