Breaking News

Eko Patrio Dinonaktifkan dari DPR RI Selama 4 Bulan: Tersandung Etika, Bukan Lawakan

Wajah Lesu Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya dan Nafa Urbach di Sidang MKD

D'On, Jakarta
— Dunia politik Tanah Air kembali diguncang kabar mengejutkan. Eko Hendro Purnomo, atau yang lebih dikenal publik sebagai Eko Patrio, anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN), resmi dinonaktifkan dari jabatannya selama empat bulan. Bukan karena kasus hukum, melainkan karena pelanggaran kode etik yang dianggap mencoreng martabat lembaga wakil rakyat.

Keputusan itu dibacakan langsung oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam sidang yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (5/11/2025). Suasana sidang yang biasanya formal dan kaku, kali ini terasa tegang dan sarat emosi.

“Memutuskan, Teradu Eko Hendro Purnomo nonaktif selama empat bulan, berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Amanat Nasional,” ujar Wakil Ketua MKD, Adang Darojatun, dengan suara tegas.

Dengan ketukan palu sidang itu, perjalanan politik seorang komedian yang meniti karier di Senayan sejak 2014 ini pun untuk sementara terhenti.

Kontroversi yang Memicu Amarah Publik

Kasus ini berawal dari pernyataan kontroversial Eko Patrio yang viral dan dianggap menyinggung publik, terutama kalangan masyarakat kecil. Ucapan yang disampaikan dalam konteks bercanda itu rupanya dianggap tak pantas keluar dari mulut seorang pejabat publik.

Pernyataan tersebut memicu gelombang demonstrasi di depan Gedung DPR RI. Ratusan warga dari berbagai elemen masyarakat datang menuntut klarifikasi dan permintaan maaf terbuka. Mereka menilai, apa yang diucapkan Eko bukan sekadar kelalaian, tapi mencerminkan rendahnya empati wakil rakyat terhadap penderitaan masyarakat.

Suasana Sidang yang Penuh Tekanan

Dalam ruang sidang MKD yang tertutup untuk umum itu, Eko Patrio duduk sejajar dengan beberapa rekannya yang juga terseret dalam polemik serupa: Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Adies Kadie, dan Nafa Urbach. Wajah mereka pucat, nyaris tanpa ekspresi.

Ahmad Sahroni tampak berulang kali menundukkan kepala, seolah menyesali sesuatu yang berat. Di sisi kanan, Uya Kuya dan Eko Patrio beberapa kali memainkan ibu jari mereka gestur kecil yang menunjukkan kegugupan dan tekanan batin.

Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, memimpin sidang dengan penuh kehati-hatian. Sebelum membacakan putusan, ia memastikan seluruh proses telah melalui pemeriksaan panjang dan menghadirkan berbagai saksi serta ahli.

Deretan Saksi dan Ahli Dihadirkan

Dalam proses pemeriksaan, MKD memanggil sejumlah saksi penting, mulai dari Deputi Persidangan DPR RI Suprihartini, Letkol Suwarko, hingga akademisi Prof. Dr. Adrianus Eliasta.

Tak hanya itu, para ahli hukum dan etika pemerintahan seperti Satya Arinanto, Trubus Rahardiansyah, dan Gusti Aju Dewi juga turut dimintai pandangan. Bahkan, Wakil Koordinator Wartawan Parlemen, Erwin Siregar, juga hadir memberikan kesaksian terkait dinamika yang terjadi di ruang sidang dan dampak pemberitaan di media.

Awal Mula Kasus: Dari Joget ke Jerat Etika

Dek Gam mengungkap bahwa peristiwa yang menjadi titik awal kasus ini bermula pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI–DPD RI yang digelar pada 15 Agustus 2025.

Dalam sidang kenegaraan yang seharusnya penuh wibawa itu, sejumlah anggota DPR terlihat berjoget-joget di kursi mereka. Momen itu terekam kamera dan tersebar luas di media sosial. Publik pun menuding, aksi tersebut terjadi setelah mereka mendapat kabar soal kenaikan gaji anggota dewan  tuduhan yang kemudian berkembang liar.

Tak lama setelah itu, beberapa anggota DPR RI termasuk Eko Patrio, disebut melontarkan ucapan dan gestur yang dinilai tidak pantas, memperburuk citra lembaga yang sudah lama kehilangan kepercayaan publik.

MKD: Tanggung Jawab Moral Tak Bisa Ditawar

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan mendengarkan klarifikasi dari para teradu, MKD akhirnya menjatuhkan sanksi tegas. Menurut Dek Gam, integritas anggota DPR bukan sekadar soal hukum, tapi soal moral dan etika publik.

“Masyarakat menaruh harapan besar pada kita. Maka, setiap tindakan yang menurunkan kehormatan lembaga harus ditindak tegas, tanpa pandang bulu,” tegasnya.

Dengan keputusan ini, Eko Patrio resmi nonaktif dari seluruh kegiatan kedewanan selama empat bulan. Ia juga diwajibkan untuk mengikuti pembinaan etika dan komunikasi publik, sebagai bagian dari sanksi moral dari partainya sendiri, PAN.

Citra Publik dan Jalan Terjal Seorang Komedian di Politik

Kasus Eko Patrio ini menjadi cermin betapa dunia politik tak mengenal panggung komedi. Lawakan yang dulu mengundang tawa kini berujung pada teguran keras dan penonaktifan.

Sebagai sosok yang dulu dikenal cerdas dan jenaka, Eko Patrio sempat menjadi simbol politisi muda yang komunikatif. Namun kali ini, ucapannya justru menjadi bumerang yang menggerus kepercayaan publik.

Di tengah sorotan media dan amarah masyarakat, masa empat bulan nonaktif ini bisa jadi momen refleksi  apakah seorang entertainer bisa tetap menjaga integritas dan etika saat terjun ke dunia politik yang keras dan penuh intrik.

(L6)

#DPR #EkoPatrio #MKD #Nasional #Politik