Breaking News

5 Pentolan PKI yang Tewas Tragis: Dari Jasad Diarak Massa hingga Dieksekusi Diam-diam

Muso/ist

Dirgantaraonline
- Tragedi kelam dalam sejarah Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kisah jatuhnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 sebuah kudeta yang berujung pada pembantaian para jenderal dan pergolakan nasional para pemimpin PKI diburu, ditangkap, dan akhirnya meregang nyawa dengan cara-cara yang tidak kalah tragis.

Sebagian dari mereka dieksekusi secara resmi oleh tentara, sebagian lainnya mati di tangan massa yang murka. Tidak sedikit pula yang akhir hidupnya masih diselimuti misteri hingga kini. Inilah kisah mengenaskan lima pentolan PKI yang tewas dengan cara berbeda-beda, sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber sejarah.

1. Muso – Jasadnya Diarak dan Dibakar di Alun-Alun

Nama Muso identik dengan pemberontakan Madiun tahun 1948. Ia adalah ideolog komunis yang pernah menimba ilmu langsung di Uni Soviet, bahkan disebut dekat dengan tokoh-tokoh besar Moskow. Pada September 1948, Muso bersama Amir Syarifudin memimpin Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan mencoba merebut Madiun dari Republik.

Namun, dalam hitungan hari, TNI berhasil mengambil alih kota itu. Muso melarikan diri, tapi jejaknya terus diburu. Pada 31 Oktober 1948, pelarian itu berakhir tragis. Ia ditembak saat bersembunyi di rumah seorang warga.

Yang mengerikan, tembakan itu tidak langsung merenggut nyawanya. Tubuh Muso masih bernapas ketika digotong dengan tangga bambu. Malang, tangga itu patah di tengah jalan. Tubuhnya jatuh, digeret di tanah berdebu, hingga diyakini baru benar-benar mati dalam perjalanan.

Tak berhenti di situ, jasad Muso kemudian diarak ke alun-alun Madiun dan dipertontonkan pada rakyat. Massa yang penuh amarah menyaksikan jasad tokoh besar komunis itu sebelum akhirnya dibakar di tengah alun-alun, abunya dibiarkan berserakan tanpa penghormatan nasib tragis bagi seseorang yang pernah bermimpi memimpin revolusi.

2. DN Aidit – Dieksekusi di Kebun Pisang Setelah Teriakkan ‘Hidup PKI!’

Dipa Nusantara Aidit, atau DN Aidit, adalah tokoh paling terkenal PKI. Sebagai Ketua Central Committee (CC) PKI, ia dianggap sebagai dalang utama G30S 1965. Usai peristiwa itu, Aidit menjadi buruan nomor satu negara.

Keberadaannya akhirnya terendus di Solo, bersembunyi di rumah seorang simpatisan bernama Kasim. Saat penggerebekan, Aidit tidak langsung ditemukan. Baru ketika petugas membongkar sebuah ruang rahasia di balik lemari, sosok Aidit keluar dengan wajah tegang.

Ia ditangkap pada 22 November 1965 dan dibawa ke Loji Gandrung, markas militer kala itu. Malam itu juga, Aidit dibawa ke sebuah kebun pisang dengan sumur tua kering.

Sebelum regu tembak mengeksekusi, Aidit sempat mengangkat suara. Dengan lantang ia meneriakkan kalimat terakhir: “Hidup PKI!”. Setelah itu, rentetan peluru menghujani tubuhnya.

Jasad Aidit tidak pernah dimakamkan secara terhormat. Ia dilemparkan ke dalam sumur tua, lalu ditimbun dengan tanah, daun kering, dan batang pisang—sebuah kematian yang sunyi bagi pemimpin partai terbesar di Asia di luar Uni Soviet dan Tiongkok.

3. Amir Syarifudin – Dari Perdana Menteri Jadi Tumbal Pemberontakan

Sedikit yang tahu, Amir Syarifudin pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia (1947–1948) dan sebelumnya sebagai Menteri Pertahanan. Namun sejarah mencatat, ia juga menjadi salah satu tokoh kiri yang paling gigih membawa ideologi komunis internasional ke Indonesia.

Pada masa pendudukan Jepang, Amir tertangkap karena aktivitas bawah tanahnya. Namun, ia justru semakin keras menentang pemerintah setelah kemerdekaan. Keterlibatannya dalam pemberontakan Madiun 1948 membuatnya jadi musuh negara.

Amir yang kala itu berada di Yogyakarta untuk Kongres Serikat Buruh Kereta Api ditangkap, lalu dieksekusi pada 19 Desember 1948. Dentuman peluru mengakhiri hidup seorang eks pejabat tinggi negara yang pernah duduk sejajar dengan Soekarno dan Hatta.

Ironis, dari seorang perdana menteri yang dulu punya pengaruh besar, Amir berakhir sebagai tawanan yang dieksekusi oleh bangsanya sendiri.

4. Njoto – Politikus, Intelektual, dan Peniup Saksofon yang Hilang Tragis

Njoto, Wakil Ketua CC PKI, dikenal bukan hanya sebagai politikus, tetapi juga intelektual dan seniman. Ia fasih menulis, pandai berpidato, bahkan piawai meniup saksofon. Namun, keindahan hidupnya hancur setelah G30S.

Dalam catatan sejarah, akhir hidup Njoto masih diselimuti kabut misteri. Ada yang menyebut ia ditembak mati di Tanjung Priok, ada pula yang menyebut di Bekasi, setelah sempat ditahan di Rutan Budi Utomo.

Yang jelas, pada akhir 1965, Njoto harus berpindah-pindah rumah, membawa istrinya yang sedang hamil dan enam anaknya dari satu kerabat ke kerabat lain. Ia hanya sempat dua kali menjenguk keluarga, sebelum akhirnya hilang ditelan operasi militer.

Buku Njoto: Peniup Saksofon di Tengah Prahara menggambarkan sosoknya sebagai pemikir yang berusaha mencari jalan tengah antara komunisme dan kebudayaan. Namun semua itu berakhir dengan satu kepastian pahit: Njoto tewas, meski bagaimana detailnya, hingga kini tidak pernah jelas.

5. MH Lukman – Dari Rengasdengklok ke Eksekusi Gelap

Tokoh terakhir adalah Mohammad Hatta Lukman, atau MH Lukman, Wakil Ketua CC PKI lainnya. Lahir di Tegal, ia sejak muda aktif dalam pergerakan. Bahkan, Lukman pernah ikut dalam peristiwa bersejarah Rengasdengklok, mengawal Soekarno dan Hatta menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945.

Namun, perjalanan hidupnya berbelok. Ia bergabung dengan PKI dan naik ke jajaran elite partai. Pada tahun 1965, saat badai politik menghantam, Lukman menjadi salah satu buruan utama.

Kematian Lukman pun penuh misteri. Ada yang menyebut ia tewas ditembak oleh algojo militer, ada pula yang mengatakan ia mati dalam baku tembak. Tidak ada catatan pasti tentang di mana jasadnya dikuburkan.

Nasibnya menambah daftar panjang tragedi gelap dalam sejarah bangsa dari seorang pejuang kemerdekaan, menjadi tokoh yang dihapus dari buku sejarah resmi.

Kisah kematian lima pentolan PKI ini bukan hanya soal politik, tetapi juga tragedi kemanusiaan. Dari Muso yang jasadnya dibakar di alun-alun, Aidit yang dieksekusi di kebun pisang, Amir yang dulunya perdana menteri, Njoto yang hilang tanpa kepastian, hingga Lukman yang mati dalam misteri semuanya adalah potret betapa kejamnya babak sejarah pertarungan ideologi di Indonesia.

Setiap akhir yang tragis itu meninggalkan jejak luka dan pertanyaan yang tak pernah benar-benar terjawab: apakah sejarah bisa benar-benar menutup lembaran berdarah ini, atau justru ia akan terus hidup sebagai pengingat bahwa politik bisa merenggut segalanya bahkan nyawa para pemimpinnya sendiri.

(*)

#PKI #Sejarah #Tokoh