Breaking News

Kemanusiaan Tak Butuh Sorotan: Protes Sunyi Seorang Aktivis di Tengah Riuh Penghargaan

Zulkifli (Kiri) Pendiri KPB Kota Padang (Dok: Ist)

D'On, Padang 
— Di tengah gemerlap panggung penghargaan, di mana sorot kamera lebih sering diarahkan pada mereka yang berkuasa atau populer, muncul sebuah suara yang menggugah nurani: “Apakah kita hanya hadir saat kamera menyala?”

Suara itu datang bukan dari tokoh besar, bukan pula dari pejabat tinggi melainkan dari Zulkifli, seorang aktivis kemanusiaan senior di Kota Padang, pendiri dari Forum Kemanusiaan Sumbar Bersatu (KSB), Forum Pengurangan Risiko Bencana (F-PRB) Kota Padang, serta Komunitas Peduli Bencana (KPB) Kota Padang. Seorang warga biasa, tapi telah mengabdikan dirinya bertahun-tahun untuk hadir di titik-titik terdalam penderitaan manusia.

Namun kini, ia angkat suara. Bukan untuk dirinya tapi untuk mempertanyakan makna penghargaan, keadilan dalam apresiasi, dan nilai kemanusiaan itu sendiri.

“Apa yang Telah Kita Lakukan untuk Kemanusiaan?”

Dalam sebuah pernyataan terbuka yang menyentuh, Zulkifli menuliskan kalimat-kalimat reflektif:

“Apa yang telah kita lakukan untuk kemanusiaan? Apakah kita hanya hadir saat kamera menyala? Atau juga ketika tak ada yang melihat, tapi jiwa-jiwa sedang sekarat?”

Kritik itu bukan sekadar keluhan personal. Ia sedang menyuarakan kekecewaan kolektif dari banyak relawan yang bekerja dalam senyap. Mereka yang selama ini menembus genangan banjir, menembus hutan pasca longsor, atau mengangkat jenazah tanpa APD demi kemanusiaan tapi tak pernah disebut.

“Jangan kotori kemanusiaan dengan pertimbangan politik. Kemanusiaan tidak punya warna, tidak punya bendera,” tulisnya tegas.

Penghargaan yang Dipertanyakan, Suara Nurani yang Diabaikan

Puncak dari keresahan ini muncul ketika pemberian gelar "Warga Kehormatan Bidang Kemanusiaan" tahun ini dinilai tidak mencerminkan perjuangan nyata di lapangan. Dalam pandangan Zulkifli, ada ketimpangan dalam cara kita menghargai mereka yang benar-benar bekerja diam-diam di garis terdepan kemanusiaan.

“Apakah kita sudah berbuat semampu kita, atau masih menunggu momen yang ‘aman dan nyaman’ saja?”

Menurutnya, banyak aktivis lokal termasuk para relawan muda dan tokoh masyarakat yang sudah lama mengabdikan diri tanpa pamrih, namun tidak pernah masuk dalam radar media atau undangan seremonial. Mereka tidak populer, tapi mereka hadir. Tidak dikenal, tapi mereka menyelamatkan. Tidak diminta, tapi mereka datang.

Mengapa Ini Penting?

Kritik Zulkifli bukan soal pengakuan pribadi, melainkan tentang keadilan dalam memperlakukan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Ia menegaskan bahwa penghargaan yang sejati bukan di panggung-panggung elite, tapi di hati masyarakat yang diselamatkan.

“Yang layak kita hormati bukan yang tampil di podium, tapi mereka yang diam-diam mengulurkan tangan di saat paling sulit,” ungkapnya.

Ia juga mengajak publik untuk tidak hanya bicara soal empati, tetapi juga menjejak lumpur dan luka yang nyata menghadirkan aksi, bukan sekadar narasi.

Pengakuan yang Tak Perlu Sorotan

Meski kecewa, Zulkifli menyampaikan rasa hormatnya kepada semua pejuang kemanusiaan yang tetap bekerja tanpa berharap tepuk tangan. Ia menyebut mereka sebagai "jiwa-jiwa berani yang memilih berdiri di sisi paling sunyi: penderitaan manusia."

“Mereka tak menunggu tepuk tangan. Mereka tetap bergerak, meski jalan berlumpur dan langit gelap. Mereka hadir bukan karena panggilan untuk dihargai, tapi karena panggilan hati.”

Catatan Penutup: Dunia Masih Punya Harapan

Kemanusiaan, dalam pandangan Zulkifli, bukan soal seragam, pangkat, atau bendera. Tapi tentang satu hal: keberanian untuk peduli, bahkan ketika dunia diam.

Dalam akhir pernyataannya, ia menulis dengan getir namun penuh harap:

“Dari kami  untuk semua aktivis kemanusiaan yang memilih bertindak, meski tak pernah disebut, tak pernah disorot. Kami melihatmu. Kami menghargaimu. Dan dunia masih punya harapan karena orang-orang seperti kalian.”

Tentang Zulkifli

Zulkifli adalah tokoh lokal yang telah mendedikasikan puluhan tahun hidupnya untuk kerja-kerja kemanusiaan. Ia mendirikan Forum KSB Kota Padang, F-PRB Kota Padang, dan KPB Kota Padang, tiga komunitas akar rumput yang selama ini menjadi garda depan dalam penanggulangan bencana, distribusi bantuan, dan advokasi hak-hak korban bencana.

Ia juga dikenal luas di kalangan relawan sebagai mentor, pelatih, dan tokoh pembina moral bagi relawan muda. Baginya, kemanusiaan bukan pekerjaan melainkan panggilan hidup.

(Mond)

#Padang #AktivisKemanusiaan