Tragedi di Jembatan Jurug: Mahasiswi UNS Lompat ke Bengawan Solo, Tinggalkan Pesan Menyayat Hati
Perempuan lompat dari Jembatan Jurug, Kecamatan Jebres, Kota Solo/Foto: Istimewa
D'On, Solo – Suasana di Jembatan Jurug, Kecamatan Jebres, Kota Solo, mendadak berubah menjadi haru dan tegang pada Selasa pagi. Seorang mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) dilaporkan melompat ke Sungai Bengawan Solo, meninggalkan pesan terakhir yang mengisyaratkan keputusasaan dan pergulatan batin yang mendalam.
Korban diketahui bernama Devita Sari Anugraheni, seorang mahasiswi asal Temanggung yang tengah menempuh pendidikan di salah satu kampus ternama di Solo, UNS. Aksi tragis tersebut pertama kali diketahui oleh seorang pengemudi ojek online yang kebetulan melintas di lokasi kejadian.
Detik-Detik Aksi Tragis di Tengah Hiruk Pikuk Kota
Menurut kesaksian Hariadi, pengemudi ojek online, peristiwa itu terjadi begitu cepat. Ia tengah mengantar penumpang dari arah Palur menuju Solo, ketika matanya menangkap sosok perempuan muda berdiri di tepi jembatan.
“Saat itu saya sedang membawa customer, di tengah jembatan sekitar lima meter di depan saya, ada seorang perempuan berdiri di pembatas jembatan. Terlihat seperti sedang bersiap melompat,” tutur Hariadi dengan nada masih terguncang.
Melihat gelagat mencurigakan itu, Hariadi langsung berteriak mencoba mencegah niat perempuan tersebut.
“Saya teriak, ‘Mbak!’ tapi sudah terlambat, dia langsung terjun. Saya hentikan motor dan customer saya pun turun. Kami berlari mendekat, tapi dia sudah tidak terlihat di permukaan air,” ujarnya.
Korban saat itu diketahui mengenakan baju warna pink dan jilbab, tampak seperti mahasiswi biasa yang tengah menjalani kesehariannya. Namun siapa sangka, di balik tampilan luarnya, tersimpan pergolakan jiwa yang tak tertahankan.
Motor, Tas, dan Sepucuk Pesan yang Menyayat
Di lokasi kejadian, petugas dan warga menemukan sepeda motor jenis Honda Beat berwarna merah putih dengan nomor polisi AA 3747 CY yang diparkir di sisi jembatan. Di jok motornya, ditemukan sebuah tas berisi ponsel dan buku catatan.
Yang membuat suasana semakin pilu, di dalam buku tersebut terdapat sepucuk pesan tulisan tangan dari korban pesan yang mengisyaratkan niatnya untuk mengakhiri hidup dan menyampaikan permintaan maaf kepada orang-orang terdekat.
Berikut isi pesan yang ditulis tangan oleh Devita:
“Aku pergi ya... Jangan salahkan keluarga atau tempat instansi aku kuliah. Aku hanya bermasalah dengan diriku sendiri. Terkadang aku merasa bukan diriku. Aku capek, maaf untuk Bp. Dr. Sumardiyono S.KM karena telah mengkhianati dan berjanji untuk bertahan... Tak masalah semua orang bilang yang lain bipolar juga bisa... aku enggak... aku capek... Buu maaf aku tak sekuat ibu....”
Pesan tersebut menggambarkan kepedihan batin yang mendalam, menunjukkan bahwa korban tengah menghadapi tekanan mental yang tak mampu ia tanggulangi sendiri. Permintaan maaf kepada dosen dan ibunya memperlihatkan betapa besar beban moral yang ia rasakan.
Pencarian Intensif oleh Tim SAR
Menanggapi laporan kejadian tersebut, tim SAR gabungan segera diterjunkan ke lokasi untuk melakukan pencarian. Proses evakuasi dilakukan dengan menyisir aliran Sungai Bengawan Solo menggunakan perahu karet (LCR). Arus sungai yang cukup deras dan kondisi air yang keruh menjadi tantangan tersendiri bagi tim penyelamat.
Hingga berita ini diturunkan, korban masih dalam pencarian. Pihak kepolisian dan relawan juga dikerahkan untuk membantu proses evakuasi.
Pesan yang Tak Sempat Tersampaikan
Kejadian ini menyisakan duka mendalam, bukan hanya bagi keluarga dan kerabat korban, tetapi juga bagi masyarakat luas yang tersentuh oleh isi pesan terakhir Devita. Ungkapan “aku capek” yang berulang-ulang dalam catatannya, seakan menjadi jeritan sunyi dari seseorang yang tak menemukan tempat berlabuh di tengah perjuangannya.
Tragedi ini juga menjadi pengingat pentingnya kesadaran akan kesehatan mental, terutama di kalangan mahasiswa dan generasi muda. Terkadang, senyum yang terlihat di wajah seseorang menyembunyikan luka yang dalam di dalam hatinya.
Harapan di Tengah Duka
Universitas Sebelas Maret (UNS) dan pihak terkait diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap kondisi psikologis para mahasiswanya. Banyak di antara mereka yang menjalani masa perkuliahan jauh dari rumah, membawa beban akademik, tuntutan prestasi, dan tekanan hidup lainnya.
Bagi siapa pun yang sedang mengalami tekanan emosional, jangan ragu untuk mencari bantuan. Bercerita bukanlah tanda kelemahan justru itu adalah langkah pertama menuju pemulihan.
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal sedang berjuang secara mental, jangan diam. Hubungi orang terdekat, profesional kesehatan jiwa, atau lembaga konseling yang tersedia. Hidup selalu layak untuk diperjuangkan.
(Ucil)
#Peristiwa #MahasiswiBunuhDiri #UniversitasSebelasMaret