Menjamur di Sekitar IKN, PSK Online Merebak Sejak 2 Tahun Terakhir: Transaksi via MiChat Marak di Penajam Paser Utara
Satpol PP Penajam Paser Utara jaring PSK di wilayah IKN. Foto: Dok. Satpol PP Penajam Paser Utara
D'On, Penajam Paser Utara — Fenomena sosial yang mencemaskan mulai muncul di sekitar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) sejak dua tahun terakhir. Seiring dengan pesatnya pembangunan megaproyek ibu kota baru negara itu, kehadiran pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pun semakin tak terbendung. Transaksi berlangsung secara sembunyi-sembunyi, namun tetap marak, dengan memanfaatkan teknologi aplikasi pesan seperti MiChat.
Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP PPU, Rahmadi, menyampaikan bahwa tren menjamurnya praktik prostitusi ini mulai terdeteksi sejak 2023, tahun di mana pengerjaan infrastruktur IKN berada pada tahap puncak.
"Ini dua tahun terakhir. Dalam proses pembangunan, terutama di masa finishing, praktik-praktik seperti ini mulai bermunculan. Maraknya terasa sekali sejak saat itu," ujar Rahmadi saat ditemui pada Senin, 7 Juli 2025.
Jauh dari Keluarga, Hasrat Biologis Terpenuhi Lewat Layanan Online
Rahmadi menjelaskan bahwa maraknya praktik prostitusi ini tak bisa dilepaskan dari kondisi psikologis para pekerja proyek, yang sebagian besar adalah pria lajang atau kepala keluarga yang tinggal jauh dari istri dan anak-anak mereka. Faktor kesepian dan kebutuhan biologis, lanjutnya, mendorong mereka mencari hiburan malam dan layanan seksual melalui aplikasi digital seperti MiChat.
"Informasi yang kami peroleh dari lapangan, mereka (pelanggan pria) rata-rata mengaku terdorong karena faktor jauh dari keluarga. Kalau sudah bicara soal kebutuhan biologis, mereka pasti akan mencari pelampiasan, salah satunya melalui aplikasi online itu," katanya.
MiChat, aplikasi yang awalnya populer sebagai media obrolan, kini kerap disalahgunakan sebagai platform untuk transaksi jasa seksual. Melalui profil-profil yang disamarkan, para PSK menawarkan layanan mereka secara terang-terangan.
Tarif Bervariasi, Bayar di Tempat
Berdasarkan penelusuran Satpol PP, tarif layanan seksual yang ditawarkan para PSK di aplikasi tersebut berkisar antara Rp 400 ribu hingga Rp 700 ribu, tergantung waktu dan layanan. Dari nominal itu, sebagian besar digunakan untuk menyewa kamar harian, biasanya di kos-kosan atau penginapan kelas melati, dengan harga sewa kamar mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per malam.
"Mekanismenya mereka langsung bayar di tempat. Begitu check-in dan masuk kamar, transaksi dilakukan secara tunai. Biasanya sudah ada kode tertentu untuk memastikan pembayaran," ujar Rahmadi.
Tidak Ada Muncikari, Sulit Dipidana
Yang menarik, praktik ini disebut berjalan tanpa keterlibatan muncikari atau perantara. Para PSK beroperasi secara independen, mengelola akun dan transaksi sendiri tanpa kendali pihak lain. Kondisi ini menyulitkan aparat untuk menjerat mereka dengan pasal pidana, mengingat hukum di Indonesia lebih mudah menindak praktik prostitusi yang melibatkan perantara.
"Mereka ini bekerja mandiri, tidak ada pihak ketiga yang mengatur. Karena itu tidak bisa dikenai pasal perdagangan orang atau mucikari. Kami hanya bisa berikan sanksi sosial, yaitu pengusiran," jelas Rahmadi.
Satpol PP, kata dia, kerap menggelar razia dan ketika berhasil menjaring para PSK tersebut, mereka diberikan tenggat waktu dua hari untuk meninggalkan wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara.
"Kami kasih mereka waktu dua hari untuk meninggalkan domisili. Itu langkah yang bisa kami ambil agar tidak semakin banyak," pungkasnya.
Fenomena Sosial yang Tak Terhindarkan di Tengah Pembangunan
Fenomena ini mencerminkan tantangan sosial yang muncul seiring percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Di satu sisi, pembangunan IKN membawa harapan besar bagi masa depan Indonesia. Namun di sisi lain, muncul berbagai konsekuensi sosial yang perlu segera diantisipasi, termasuk lonjakan praktik prostitusi terselubung.
Pemerintah daerah bersama aparat keamanan dan lembaga sosial kini dituntut untuk bersinergi mencari solusi jangka panjang. Tidak cukup hanya dengan razia dan pengusiran, pendekatan yang lebih komprehensif seperti edukasi, penyuluhan, hingga pembinaan ekonomi bagi para wanita rawan eksploitasi seksual menjadi sangat penting.
Jika tidak ditangani dengan serius, kondisi ini bisa menjadi titik lemah dalam pembangunan IKN yang selama ini digadang-gadang sebagai simbol masa depan bangsa.
(Mond)
#Prostitusi #Pelacur #PSK #IKN #Michat #PSKMenjamurdiIKN