Breaking News

Kontraktor Bongkar Dugaan Pemerasan Rp 1 Miliar oleh Kajari Tolitoli, Jaksa Bantah Keras: “Fitnah dan Tidak Berdasar”

Pihak LBH Sulawesi Tengah (Sulteng) menyampaikan pernyataan tertulis kontraktor bernama Benny Chandra yang mengaku diperas oleh Kajari Tolitoli, Albertinus P Napitupulu, pada Selasa 1 Juli 2025. (Beritasatu.com/Rahmad Nur)

D'On, Tolitoli, Sulawesi Tengah
– Aroma skandal menyengat mencuat dari balik institusi penegakan hukum di Kabupaten Tolitoli. Seorang kontraktor bernama Benny Chandra, melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah, melontarkan tuduhan serius yang mengarah langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tolitoli, Albertinus P Napitupulu.

Dalam pernyataan resmi yang dibacakan Direktur LBH Sulteng, Juliner Aditia Warman, pada Selasa (1/7/2025), Benny mengaku menjadi korban pemerasan oleh Kajari. Nilainya tidak main-main: Rp 1 miliar plus sertifikat tanah.

Kronologi Dugaan Pemerasan: Dimulai dari “Utang yang Tak Pernah Ada”

Menurut keterangan LBH, kasus ini bermula pada Desember 2024. Kala itu, Benny mulai menerima tekanan dari pihak yang mengaku mewakili Kajari. Mereka meminta Benny melunasi “utang pribadi” senilai Rp 1 miliar kepada mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Sampe Tuah. Namun yang mencurigakan, Benny menegaskan tidak pernah merasa memiliki utang dalam bentuk apa pun.

“Saya tidak pernah merasa berutang. Tidak ada transaksi, tidak ada kuitansi. Tapi saya ditekan untuk membayar dan menyerahkan sertifikat tanah saya,” ungkap Benny dalam pernyataan LBH.

LBH mengklaim tekanan itu tak hanya dilakukan melalui pesan WhatsApp, tetapi juga melalui beberapa pertemuan tatap muka. Tekanan makin meningkat ketika pihak perantara diduga mengamankan sertifikat tanah milik Benny dan berencana menjualnya. LBH menyebut mereka memiliki rekaman percakapan yang membuktikan adanya perencanaan penjualan tanah serta pembagian hasil penjualannya ke sejumlah pihak.

Pemanggilan Aneh, Tidak Lewat Jalur Resmi

Lebih lanjut, LBH mengungkap adanya kejanggalan dalam proses pemanggilan Benny oleh pihak kejaksaan. Ia dipanggil sebagai saksi tanpa surat resmi dari penyidik. Alih-alih menerima panggilan tertulis sesuai prosedur, Benny justru “dihubungi” lewat ketua RT dan bahkan melalui istri seorang mediator.

“Ini jelas bentuk kriminalisasi terhadap warga sipil dan mencoreng institusi penegakan hukum,” ujar Juliner Aditia Warman.

LBH mendesak Jaksa Agung dan Komisi Kejaksaan untuk segera membentuk tim investigasi khusus guna mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga terjadi di lingkup Kejaksaan Negeri Tolitoli.

Proyek Pasar Dakopamean Jadi Pangkal Masalah?

Dalam laporan LBH, proyek pembangunan yang menjadi objek perkara adalah pembangunan Pasar Rakyat Dakopamean dengan nilai kontrak lebih dari Rp 5,6 miliar. Proyek ini telah rampung sejak tahun 2019. Namun, dalam perjalanannya, proses pencairan dana dan pelaporan keuangan justru menjadi celah yang diduga dimanfaatkan untuk menekan Benny.

LBH menilai penyidikan terhadap proyek ini tidak murni berdasarkan pertimbangan hukum, melainkan sarat akan konflik kepentingan dan tujuan pribadi.

Kajari Tolitoli Membantah Keras: “Itu Fitnah dan Tidak Pernah Terjadi”

Menanggapi tudingan itu, Kajari Tolitoli Albertinus P Napitupulu angkat bicara. Ia membantah semua klaim yang dilontarkan oleh LBH Sulawesi Tengah maupun Benny Chandra. Albertinus menyebut tuduhan tersebut sebagai fitnah yang tidak berdasar.

“Saya tidak pernah meminta seperti itu. Tidak ada permintaan uang, apalagi intervensi untuk urusan hukum,” tegas Albertinus saat dikonfirmasi, Selasa (1/7/2025).

Ia juga menegaskan bahwa semua proses hukum yang berjalan di Kejari Tolitoli dilaksanakan secara profesional dan berpegang pada aturan. Menurutnya, tidak ada ruang untuk kepentingan pribadi dalam setiap perkara yang ditangani lembaganya.

“Penegakan hukum tetap kami jalankan secara objektif. Kami bekerja berdasarkan bukti, bukan tekanan,” lanjutnya.

Respons Kejaksaan Agung Masih Ditunggu

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan belum memberikan tanggapan resmi atas laporan LBH Sulawesi Tengah ini. Sementara itu, desakan dari publik dan lembaga masyarakat sipil terus menguat agar investigasi independen segera dilakukan.

Kasus ini membuka kembali diskursus lama tentang dugaan penyalahgunaan kewenangan di institusi penegak hukum, terutama di daerah. Bila benar terjadi, hal ini dapat menjadi preseden buruk bagi kepercayaan masyarakat terhadap integritas kejaksaan.

Catatan Redaksi:
Kasus ini masih berkembang. Kami akan terus memperbarui informasi seiring dengan respon dari pihak-pihak terkait, termasuk Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan. Semua pihak yang disebut dalam laporan ini memiliki hak untuk menyampaikan klarifikasi dan pembelaan diri.

(B1)

#KejariTolitoli #Pemerasan #Hukum