Data Pribadi Bertebaran di Dunia Maya, Waspada! Ini Cara Amankan Identitas Anda di Ruang Siber
Konferensi Pers Kasus Sim Card Ilegal di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (25/7/2025).
D'On, Jakarta — Ancaman kejahatan siber kian nyata di tengah derasnya arus digitalisasi. Informasi pribadi seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) kini dengan mudah bisa ditemukan berseliweran di internet. Padahal, kebocoran data semacam itu bisa menjadi pintu masuk bagi para pelaku kejahatan digital termasuk dalam praktik pendaftaran kartu SIM ilegal yang bisa menjerat orang tak bersalah.
Peringatan tegas datang dari kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang menyoroti betapa rentannya data pribadi masyarakat Indonesia saat ini.
Dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (25/7), Kepala Subdirektorat 3 Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung, mengungkapkan bahwa hingga kini pelaku kejahatan masih dengan mudah memperoleh data sensitif masyarakat hanya dengan berselancar di mesin pencari seperti Google.
“Pelaku masih mencari data di Google, mencari NIK dan KK. Harus diakui, masih banyak data pribadi yang tersebar di internet,” ujar Rafles. “Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memang sudah disahkan pada 2022, tapi baru efektif berlaku penuh pada 2024. Jadi, ini masih transisi dan celah penyalahgunaan masih besar.”
Celah di Balik Regulasi dan Permintaan Tinggi Kartu SIM
Menurut Rafles, salah satu penyebab maraknya penyalahgunaan data adalah tingginya kebutuhan akan kartu SIM di masyarakat. Padahal, saat ini pemerintah sudah membatasi satu NIK hanya untuk tiga nomor kartu SIM. Ketentuan ini rupanya dimanfaatkan pelaku dengan cara curang: mereka mencuri identitas orang lain untuk meregistrasi nomor baru.
“Bayangkan, ada oknum yang meregistrasi ratusan kartu SIM dengan menggunakan data pribadi milik orang yang bahkan tidak mereka kenal,” tambah Rafles.
Sayangnya, hingga kini, sistem verifikasi dan pengawasan operator seluler dianggap masih belum cukup ketat. Hal ini membuat upaya penyalahgunaan data pribadi menjadi sulit dideteksi sejak awal.
Kominfo: Kesadaran Publik Masih Rendah, Pelindungan Data Kini Urgensi Utama
Senada dengan pernyataan Rafles, Direktur Penyidikan Digital di Kominfo, Irawati Cipto Priyanti, menekankan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat terkait perlindungan data pribadi. Ia menyebut, kejahatan digital dengan memanfaatkan data NIK dan KK makin sering terjadi dan bisa merugikan korban secara serius.
“Nomor yang diregistrasi pakai data orang lain bisa dipakai untuk penipuan. Kalau ketahuan, bukan pelaku yang dicari, tapi nama yang tercatat di NIK. Ini sangat berbahaya,” jelas Irawati.
Ia mencontohkan, dalam kasus yang baru diungkap hari ini, sebuah jaringan pelaku berhasil mengaktifkan puluhan kartu SIM menggunakan NIK dan KK milik warga lain. Modus ini tak hanya menghindari batasan tiga SIM per NIK, tapi juga berpotensi menjerumuskan si pemilik data ke dalam masalah hukum jika nomor tersebut dipakai untuk penipuan atau kejahatan siber lainnya.
Tips Lindungi Data Pribadi Agar Tak Jadi Korban Kejahatan Digital
Untuk mencegah masyarakat menjadi korban berikutnya, Irawati memberikan sejumlah tips praktis namun penting:
-
Segera blokir nomor lama yang sudah tidak dipakai.
Nomor lama yang tidak aktif atau tidak digunakan lagi bisa jadi celah bagi penyalahgunaan data. Pastikan nomor tersebut benar-benar dihapus dari sistem operator. -
Jangan unggah foto dokumen pribadi ke media sosial atau platform digital.
Dokumen seperti KTP, KK, SIM, atau paspor sebaiknya tidak dipublikasikan secara sembarangan. Bahkan, mengaburkan sebagian data dalam foto tetap belum menjamin keamanan. -
Cek secara berkala penggunaan NIK untuk pendaftaran kartu SIM.
Saat ini operator sudah menyediakan layanan untuk mengecek berapa banyak nomor yang teregistrasi dengan NIK Anda. Jika menemukan kejanggalan, segera laporkan ke operator terkait. -
Dorong penggunaan teknologi seperti AI untuk sistem perlindungan data.
Irawati mengusulkan agar operator bekerja sama menggunakan teknologi kecerdasan buatan guna menyempurnakan sistem validasi identitas.
“AI bisa dimanfaatkan untuk memastikan satu NIK benar-benar hanya digunakan oleh tiga nomor. Ini akan jauh lebih efisien dan bisa mengurangi penyalahgunaan data,” ungkapnya.
Jangan Sampai Identitas Kita Dipakai Menipu, Kita yang Menanggung Akibatnya
Kejahatan digital tak lagi hanya menargetkan lembaga besar atau institusi keuangan. Kini, individu biasa pun bisa menjadi korban—hanya karena lalai menjaga data pribadi. Apalagi di era ketika hampir semua layanan berbasis digital, dari e-commerce hingga perbankan, meminta verifikasi identitas.
“Kalau identitas kita dipakai buat penipuan, kita yang bisa dicurigai. Bisa saja suatu hari kita dipanggil polisi hanya karena ada nomor yang terdaftar atas nama kita melakukan penipuan. Padahal kita sendiri tidak pernah merasa mendaftar nomor itu,” tegas Irawati.
Ia menutup dengan himbauan tegas: masyarakat tidak cukup hanya waspada, tapi harus proaktif dalam melindungi identitas digitalnya. Sebab di era digital ini, identitas pribadi adalah aset paling berharga dan juga paling rentan.
(Mond)
#KejahatanSiber #Hukum