Breaking News

Nadiem Makarim Buka Suara Soal Pengadaan Laptop Rp 9,9 Triliun: "Ini untuk Masa Depan Anak Bangsa"

Konferensi pers mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim bersama kuasa hukum Hotman Paris Hutapea di The Darmawangsa Jakarta, Jakarta Selatan pada Selasa (10/6/2025).

D'On, Jakarta
– Di tengah sorotan tajam publik dan penyelidikan yang tengah digencarkan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim akhirnya muncul ke hadapan publik. Tak sendiri, ia hadir ditemani pengacara kenamaan Hotman Paris Hutapea dalam sebuah konferensi pers yang digelar Selasa (10/6) di Jakarta.

Kemunculan Nadiem menjadi sorotan tersendiri. Setelah lama memilih diam, pendiri Gojek ini akhirnya memberikan klarifikasi soal mega proyek pengadaan laptop berbasis Chrome OS (Chromebook) yang menelan anggaran hampir Rp 10 triliun semasa ia menjabat.

"Saya hendak menyampaikan pernyataan sehubungan dengan dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan saat saya menjabat sebagai menteri di Kemendikbudristek," ujar Nadiem mengawali pernyataannya.

Menurutnya, kebijakan pengadaan laptop, modem 3G, dan proyektor sebanyak lebih dari satu juta unit tersebut adalah langkah strategis yang ditempuh pemerintah untuk menjawab tantangan luar biasa di masa pandemi COVID-19. Ia menyebut proyek tersebut sebagai bagian dari upaya mitigasi risiko demi menjamin kelangsungan proses pembelajaran di tengah krisis nasional.

"Langkah ini adalah mitigasi risiko pandemi, untuk memastikan pembelajaran murid kita tetap berlangsung. Kami menghadapi tantangan global saat itu, dan pendidikan tidak boleh berhenti," tegasnya.

Meski menjadi sorotan dan kini tengah dalam proses penyidikan oleh aparat hukum, Nadiem menyatakan komitmennya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan siap memberikan keterangan jika diperlukan.

"Saya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan siap untuk bersikap kooperatif," tutupnya singkat.

Kronologi dan Akar Masalah: Mengapa Chromebook?

Penyidikan kasus ini bermula dari proyek besar pengadaan bantuan TIK untuk mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di jenjang pendidikan dasar hingga menengah pada tahun 2020. Proyek ini dirancang sebagai bagian dari transformasi sistem pendidikan nasional yang lebih berbasis teknologi.

Namun, di balik proyek ambisius tersebut, terselip sejumlah pertanyaan besar yang kini tengah diselidiki. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kejagung, tim teknis awal sebenarnya telah menyusun kajian yang menyarankan penggunaan perangkat berbasis sistem operasi Windows. Hal ini didasari pada pengalaman uji coba sebelumnya yang dilakukan Pustekom Kemendikbudristek pada 2018-2019.

Dari uji coba tersebut, ditemukan fakta bahwa perangkat Chromebook hanya efektif digunakan apabila tersedia jaringan internet yang stabil—sebuah kondisi yang sayangnya belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

"Chromebook membutuhkan koneksi internet konstan, padahal banyak sekolah kita di daerah belum memiliki akses internet memadai," ujar salah satu sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya.

Kajian awal yang merekomendasikan penggunaan Windows justru diganti dengan kajian baru yang merekomendasikan Chromebook. Perubahan ini diduga tidak didasarkan pada pertimbangan teknis yang objektif, melainkan karena adanya intervensi atau tekanan dari pihak-pihak tertentu.

Kejagung menduga kuat telah terjadi pemufakatan jahat atau persekongkolan untuk mengarahkan keputusan kepada vendor atau spesifikasi tertentu. Indikasi itu muncul dari kesaksian dan dokumen yang kini menjadi barang bukti penyidikan.

"Dugaan kami, terjadi perubahan arah kebijakan yang disengaja, untuk mengarahkan pengadaan pada laptop Chromebook," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar.

Anggaran Fantastis dan Potensi Kerugian Negara

Proyek pengadaan perangkat TIK ini dianggarkan dengan nilai total hampir Rp 10 triliun. Rinciannya, pengadaan melalui anggaran belanja langsung Kementerian (APBN) mencapai Rp 3,58 triliun, sementara pengadaan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) mencapai Rp 6,39 triliun.

"Sehingga total keseluruhan anggaran pengadaan TIK untuk pendidikan pada tahun anggaran 2020-2022 mencapai Rp 9,98 triliun," jelas Harli.

Meski penyidikan masih berjalan dan belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung memastikan bahwa indikasi kerugian negara tengah dihitung dan akan diumumkan setelah proses investigasi rampung.

Sorotan dan Tanggapan Publik

Kasus ini telah memantik perhatian luas masyarakat. Di media sosial, publik terbagi dalam berbagai pandangan. Ada yang mengkritik keras pengadaan ini sebagai bentuk ketidakefektifan kebijakan, namun tak sedikit pula yang menilai keputusan Nadiem sebagai langkah berani untuk mendigitalisasi pendidikan di tengah krisis.

Kehadiran Hotman Paris dalam konferensi pers turut menarik perhatian. Pengacara flamboyan itu dikenal sebagai sosok yang tak mudah sembarangan mengambil kasus, apalagi jika menyangkut potensi besar pencitraan. Dalam kesempatan itu, Hotman mengatakan pihaknya tengah mempelajari dokumen-dokumen pengadaan dan memastikan tidak ada niat jahat dari kliennya.


Penutup: Menanti Kepastian Hukum

Kasus ini menjadi ujian besar bagi transparansi dan akuntabilitas tata kelola pendidikan nasional. Di satu sisi, publik menginginkan sistem pendidikan yang maju dan modern. Namun di sisi lain, proyek-proyek besar dengan anggaran fantastis semestinya dijalankan dengan penuh kehati-hatian dan integritas.

Apakah pengadaan Chromebook adalah keputusan keliru, atau justru inovasi yang belum waktunya? Apakah ada aktor yang bermain di balik layar? Jawaban-jawaban itu kini berada di tangan para penyidik, dan publik menanti kejelasan dengan harapan: pendidikan tidak dikorbankan demi keuntungan sesaat.

"Kami akan mendukung penuh proses hukum yang transparan dan adil. Biarlah semua fakta yang berbicara," tutup Nadiem.

(Mond)

#KorupsiLaptopKemendikbudristek #NadiemMakarim #KorupsiChromebook