13 Pulau di Selatan Jawa Jadi Rebutan: Ketegangan Trenggalek vs Tulungagung, Kemendagri Lakukan Penelusuran Mendalam
Wamendagri, Bima Arya, berbicara kepada wartawan terkait empat pulau yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (16/6/2025).
D'On, Jakarta – Aroma perseteruan administratif kembali tercium dari ujung selatan Jawa Timur. Dua kabupaten bertetangga, Trenggalek dan Tulungagung, kini tengah bersitegang terkait klaim atas 13 pulau kecil di wilayah pesisir selatan. Persoalan ini tidak sekadar soal batas wilayah, tetapi menyangkut sejarah, identitas daerah, dan potensi sumber daya yang bisa menjadi rebutan.
Pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tidak tinggal diam. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengungkapkan bahwa Kemendagri kini bergerak dengan penuh kehati-hatian untuk menyelidiki dan menengahi sengketa dua daerah ini.
“Kemarin Pak Menteri langsung memimpin proses evaluasi terkait sengketa 13 pulau di Trenggalek itu,” ujar Bima dalam konferensi pers yang digelar di BPSDM Kemendagri, Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (21/6).
“Kita belajar banyak dari kasus sengketa 4 pulau di Aceh, jadi kami tidak hanya fokus pada data geografis, tetapi juga mengedepankan aspek historis dan yuridis.”
Dua Versi Sejarah, Satu Wilayah Diperebutkan
Menurut Bima, Kemendagri saat ini sedang menelaah dokumen sejarah, peta lama, dan arsip administrasi dari kedua kabupaten. Ternyata, masing-masing daerah memiliki versi berbeda mengenai sejarah dan status administratif pulau-pulau tersebut.
“Dua versi dari teman-teman di daerah masih kami dalami. Semuanya mengklaim memiliki dokumen dan bukti historis. Kami pelajari secara menyeluruh, baik konten dokumen maupun konteksnya,” jelas Bima.
Pulau-pulau yang dipersengketakan bukan sekadar gugusan tak berpenghuni di tengah laut. Beberapa di antaranya diyakini memiliki potensi wisata bahari, perikanan, hingga lokasi strategis untuk pengembangan wilayah pesisir. Pulau-pulau itu antara lain:
- Pulau Anak Tamengan
- Pulau Anakan
- Pulau Boyolangu
- Pulau Jewuwur
- Pulau Karangpegat
- Pulau Solimo
- Pulau Solimo Kulon
- Pulau Solimo Lor
- Pulau Solimo Tengah
- Pulau Solimo Wetan
- Pulau Sruwi
- Pulau Sruwicil
- Pulau Tamengan
Beberapa nama seperti Solimo dan Tamengan bahkan disebut dalam dokumen adat dan cerita rakyat lokal, menjadikan klaim historis semakin rumit dan emosional.
Awal Mula Ketegangan: Perda Tulungagung Picu Protes
Sengketa ini mencuat ke publik setelah Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam perda tersebut, ke-13 pulau dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Tulungagung—padahal selama ini pulau-pulau itu juga diklaim oleh Kabupaten Trenggalek.
Langkah ini memantik reaksi keras dari pihak Trenggalek. Mereka menilai Tulungagung telah melangkahi batas kesepakatan wilayah dan bahkan “mencaplok” wilayah yang secara historis dan geografis berada dalam kewenangan Trenggalek.
Kemendagri Menjadi Penengah, Proses Tak Bisa Tergesa-gesa
Kemendagri kini berada di tengah pusaran tarik-menarik dua kepentingan daerah. Proses penentuan wilayah administratif di Indonesia bukanlah hal sepele. Selain harus sesuai dengan aturan perundang-undangan, ia juga harus mempertimbangkan unsur historis, sosiologis, dan administratif.
“Kita tidak mau gegabah. Harus berdasarkan data otentik dan konfirmasi dari berbagai pihak. Bahkan mungkin melibatkan kementerian/lembaga lain seperti ATR/BPN, BIG, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” tambah Bima.
Apa yang Dipertaruhkan?
Lebih dari sekadar garis batas, kasus ini juga mengandung potensi konflik sumber daya. Pulau-pulau tersebut diduga menyimpan potensi ekonomi dari sektor kelautan, pertambangan pasir laut, hingga wisata bahari. Beberapa sumber menyebut bahwa Pulau Jewuwur dan Pulau Karangpegat kerap dikunjungi wisatawan lokal karena pantainya yang eksotis.
Selain itu, penguasaan atas pulau-pulau itu juga akan menentukan besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima kabupaten dari pemerintah pusat menjadikannya sebagai bagian dari strategi fiskal daerah.
Menanti Solusi Berkeadilan
Kasus seperti ini sejatinya bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sengketa batas wilayah, baik di daratan maupun perairan, sering kali muncul seiring dinamika pembangunan dan kebutuhan pengelolaan ruang.
Namun harapannya, melalui pendekatan yang berbasis data, dialog, dan penghormatan terhadap sejarah, konflik ini bisa menemukan solusi adil dan tidak memicu ketegangan antarwarga. Pulau-pulau kecil itu memang tak bersuara, tapi kini mereka menjadi saksi bisu perebutan yang bisa mempengaruhi masa depan dua kabupaten yang selama ini hidup berdampingan.
(Mond)
#SengketaPulau #Nasional #Kemendagri