Breaking News

Tragedi Mahasiswa Undhari, Bupati Annisa: RSUD Harus Jadi Tempat Harapan, Bukan Trauma



D'On, Dharmasraya
– Suasana duka menyelimuti Kabupaten Dharmasraya. Kepergian Peri Ariyandi, seorang mahasiswa Universitas Dharmasraya (Undhari), bukan hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan kerabat, tetapi juga mengguncang kesadaran publik akan urgensi pembenahan sistem layanan kesehatan, khususnya di RSUD Sungai Dareh.

Peri Ariyandi mengembuskan napas terakhirnya setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun, yang menjadi sorotan tajam adalah dugaan keterlambatan penanganan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sungai Dareh. Publik, yang mencermati kronologi kejadian melalui media dan kesaksian keluarga korban, mempertanyakan sejauh mana sistem kegawatdaruratan rumah sakit tersebut mampu menjawab tuntutan situasi kritis.

Duka mendalam turut disampaikan Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani, bersama Wakil Bupati Leli Arni. Dalam pernyataannya, Annisa tidak hanya menyampaikan belasungkawa, tetapi juga menyiratkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi pelayanan rumah sakit yang berada di bawah naungan pemerintah daerah. “Kami kehilangan bukan hanya satu jiwa, tetapi juga kepercayaan yang selama ini berusaha kita bangun,” ucapnya dengan suara bergetar.

Bupati Annisa mengaku mengikuti dengan seksama berbagai laporan yang mengalir dari media lokal, keluhan masyarakat, hingga tangisan keluarga korban. Ia menegaskan bahwa setiap suara publik adalah alarm yang wajib didengar dan ditindaklanjuti. “Ketika masyarakat bersuara, itu adalah bentuk cinta mereka terhadap pelayanan publik. Dan cinta itu harus kita jawab dengan perbaikan, bukan pembelaan,” tegasnya.

Merespons tragedi tersebut, Bupati segera mengambil langkah konkret. Ia memerintahkan agar pasien lain yang sedang dirawat, termasuk Alhuda yang juga dalam kondisi kritis, segera mendapatkan tindakan medis cepat. Bahkan di malam yang sama, Bupati langsung mengundang jajaran manajemen RSUD dan pejabat terkait untuk mendalami kronologi kejadian dan mengevaluasi sistem kerja di lapangan.

Meski menyadari bahwa keputusan medis adalah domain profesional tenaga kesehatan, Annisa menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas layanan publik tidak bisa dinegosiasikan. “RSUD memang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), tapi status otonomi itu bukan alasan untuk mengabaikan kepercayaan publik,” katanya.

Ternyata, jauh sebelum tragedi ini mencuat ke permukaan, Bupati Dharmasraya telah memulai langkah reformasi menyeluruh di RSUD Sungai Dareh. Dua bulan sebelumnya, pemerintah telah menginisiasi audit total terhadap pelayanan, prosedur operasional standar (SOP), hingga kondisi keuangan rumah sakit yang saat itu mengalami defisit cukup serius. Audit tersebut dijadwalkan tuntas pada akhir Mei, namun kematian Peri Ariyandi menjadi pukulan keras yang memperjelas bahwa pembenahan tidak bisa lagi ditunda.

Kini, langkah reformasi rumah sakit diarahkan lebih tajam dan tegas. Audit khusus terhadap sistem triase IGD, SOP penanganan gawat darurat, serta administrasi pasien dalam kondisi kritis langsung digelar. Evaluasi juga mencakup kompetensi dan sikap profesional tenaga medis saat menghadapi pasien dalam kondisi darurat.

"Reformasi tidak cukup sebatas kertas kerja dan seminar. Ini saatnya kita menanamkan nilai empati dalam setiap pelayanan. Pasien gawat darurat tidak boleh lagi menunggu atau terjebak dalam birokrasi yang membunuh secara perlahan," ujar Annisa.

Tak hanya janji, Annisa memastikan akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan adanya kelalaian atau pelanggaran prosedur. Evaluasi menyeluruh terhadap manajemen akan dilakukan, bahkan tidak menutup kemungkinan dilakukan perombakan total jika diperlukan. “Ini bukan tentang siapa yang bersalah, tapi siapa yang bersedia bertanggung jawab,” ucapnya tegas.

Lebih dari sekadar tanggapan krisis, Bupati Annisa bertekad menjadikan insiden ini sebagai titik balik reformasi pelayanan kesehatan di Dharmasraya. Ia membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya untuk mengawasi jalannya reformasi ini. “RSUD harus menjadi tempat lahirnya harapan, bukan kuburan bagi kepercayaan masyarakat,” tandasnya.

Tragedi Peri Ariyandi mungkin tak bisa dikembalikan, namun ia telah menjadi nyala api peringatan bahwa hak atas layanan kesehatan yang cepat, tepat, dan manusiawi bukanlah kemewahan, melainkan kewajiban negara. Dan di atas luka itu, Dharmasraya mulai menata ulang masa depan pelayanannya.

(Papajuan)

#AnnisaSuciRamadhani #Dharmasraya