Prabowo Subianto: Soeharto Tak Ingin Berkuasa Lewat Senjata, Ia Muncul Saat Bangsa Butuh Pemimpin
D'On, Jakarta – Dalam sebuah pertemuan hangat bertajuk halal bihalal bersama para purnawirawan TNI dan keluarga besar TNI-Polri di bilangan Jakarta Selatan pada Selasa (6/5/2025), Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya mengenai integritas dan sejarah kepemimpinan nasional. Di hadapan para sesepuh militer, Prabowo mengangkat kembali sosok Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar (Purn.) Soeharto, yang menurutnya merupakan teladan seorang pemimpin yang tidak haus kekuasaan.
Dengan nada penuh hormat, Prabowo menyebut Soeharto sebagai pemimpin yang tidak pernah berniat merebut kekuasaan melalui kekuatan militer. Menurutnya, Soeharto justru muncul di tengah kekosongan dan kegentingan nasional yang membutuhkan sosok penyelamat.
“Pak Harto tidak mau berkuasa dengan senjata. Beliau tampil karena ada vakum, karena ada krisis. Janganlah kita mau utak-atik sejarah kita. Beliau adalah patriot, seorang ksatria. Katakan yang benar itu benar, yang salah itu salah,” ujar Prabowo tegas, disambut anggukan para hadirin.
Prabowo tak menampik bahwa sejarah Soeharto diwarnai kontroversi, namun menurutnya, terlalu sempit jika hanya menilai seorang pemimpin dari sisi hitam-putih. Ia mengajak semua pihak melihat konteks sejarah secara utuh—sebuah pendekatan yang menurutnya lebih adil dan berimbang.
TNI, Pilar Kepercayaan Publik
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga menyoroti tingginya kepercayaan publik terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI), berdasarkan sejumlah survei nasional. Ia menyebut TNI sebagai lembaga yang hingga kini tetap menjadi garda kepercayaan masyarakat.
“Kalau disurvei, rakyat Indonesia akan menjawab: TNI adalah institusi yang paling mereka percaya,” ujarnya bangga.
Pernyataan itu, menurut Prabowo, bukan hanya bentuk pujian kosong. Baginya, kepercayaan tersebut adalah hasil dari dedikasi dan disiplin panjang para prajurit, baik yang masih aktif maupun yang telah purnawirawan. Ia menilai, semangat pengabdian di tubuh TNI tidak padam bahkan setelah melepas seragam.
Dari Medan Tempur ke Dunia Politik
Mengalir dari topik tersebut, Prabowo berbicara tentang transformasi peran prajurit setelah pensiun dari militer. Ia mencontohkan para purnawirawan seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wiranto, yang kemudian aktif dalam panggung politik nasional dengan mendirikan partai politik masing-masing.
“Begitu keluar dari TNI, rasa tanggung jawab dan keinginan untuk menyelamatkan bangsa itu tetap kuat. Itulah sebabnya banyak senior kami yang terjun ke politik Pak SBY bikin partai, Wiranto juga, saya pun mendirikan partai. Karena kami ingin berbakti, ingin tetap memberi makna,” tutur Prabowo.
Baginya, perjuangan untuk negeri tidak berhenti di barak militer. Di era demokrasi, panggung pengabdian bisa bergeser ke parlemen, kabinet, atau bahkan istana negara. Namun semangatnya tetap sama: demi Indonesia.
Pembangunan Tak Bisa Instan
Di bagian akhir pidatonya, Prabowo mengingatkan bahwa membangun bangsa bukanlah pekerjaan singkat. Ia mengajak publik untuk realistis melihat tantangan masa depan dan bersabar menghadapi proses.
“Enggak mungkin kita membangun negara hanya dalam 5-10 tahun. Tidak ada negara besar yang dibangun dalam waktu sesingkat itu. Tapi saya yakin, kita akan menuai banyak hasil karena kita berdiri di atas landasan kokoh yang dibangun para pendahulu,” tutupnya, dengan keyakinan penuh.
Dengan gaya khasnya yang lugas namun sarat makna, Prabowo menggambarkan kesinambungan sejarah bangsa sebagai fondasi penting masa depan. Ia tidak hanya memuliakan para pendahulu, tetapi juga meletakkan harapan pada generasi mendatang untuk melanjutkan estafet perjuangan tanpa melupakan nilai, prinsip, dan semangat ksatria.
(Mond)
#PrabowoSubianto #Soeharto #Nasional