Merasa Dikriminalisasi Usai Tuding Ijazah Jokowi Palsu, Roy Suryo dan Sejumlah Tokoh Mengadu ke Komnas HAM
Roy Suryo
D'On, Jakarta – Konflik panas antara Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh yang menuding ijazahnya palsu memasuki babak baru. Setelah sebelumnya dilaporkan ke polisi, kini Roy Suryo, pakar telematika yang juga mantan Menpora, mengambil langkah hukum balik. Bersama beberapa tokoh lainnya, ia menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM yang menurut mereka dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam rombongan itu, hadir pula nama-nama lain yang selama ini turut vokal menyuarakan keraguan atas keaslian ijazah Jokowi, seperti aktivis Dokter Tifa, advokat Rismon Sianipar, serta tokoh hukum Rizal Fadillah. Mereka mengklaim menjadi korban kriminalisasi setelah mengungkapkan pendapat mereka di ruang publik.
“Kami dari Tim Advokasi Anti-Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis hari ini resmi mendatangi Komnas HAM,” ungkap pengacara Ahmad Khozinudin di depan awak media. “Tujuan kami adalah untuk mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang kami duga dilakukan oleh saudara Joko Widodo, berkaitan dengan adanya tindakan kriminalisasi terhadap klien-klien kami.”
Menurut Khozinudin, laporan ini menitikberatkan pada hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi, namun justru dianggap sebagai pelanggaran hukum setelah menyentuh ranah sensitif: keabsahan ijazah Presiden.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi melalui kuasa hukumnya telah melaporkan sejumlah pihak ke Polda Metro Jaya. Laporan itu menargetkan mereka yang dianggap menyebarkan tuduhan tidak berdasar terkait ijazah palsu, termasuk Roy Suryo dan Dokter Tifa. Keduanya bahkan telah menjalani pemeriksaan awal untuk klarifikasi di kepolisian.
Para terlapor kini dihadapkan pada ancaman jerat hukum yang tidak ringan. Mereka disangkakan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah, serta pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) – tepatnya Pasal 27A, 32, dan 35 – yang mengatur soal penyebaran informasi elektronik yang dinilai merugikan nama baik seseorang.
Roy Suryo sendiri, yang dikenal kerap terlibat dalam kontroversi publik seputar teknologi dan keaslian dokumen digital, menyebut langkah hukum terhadapnya sebagai bentuk upaya pembungkaman. Ia menilai tudingan terhadap dirinya tidak berdasar dan berlebihan.
“Ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi soal keadilan dan hak warga negara untuk bertanya dan mengkritik. Apa salahnya mempertanyakan sesuatu yang menjadi konsumsi publik?” ujarnya usai keluar dari gedung Komnas HAM.
Langkah Roy dan rekan-rekannya mengadu ke Komnas HAM menunjukkan eskalasi dari polemik ini ke ranah yang lebih dalam: apakah pertanyaan kritis terhadap seorang pejabat publik masih dibolehkan dalam demokrasi, ataukah telah menjadi pelanggaran hukum?
Komnas HAM sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan ini. Namun, publik menanti apakah lembaga ini akan membuka penyelidikan atau mengambil langkah-langkah advokatif terhadap dugaan kriminalisasi kebebasan berpendapat yang diklaim oleh para pelapor.
Kasus ini tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. Sementara di satu sisi negara berupaya menegakkan hukum terhadap apa yang disebut sebagai pencemaran nama baik, di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa kritik terhadap pejabat publik kini dibalas dengan jerat hukum yang menakutkan.
(Mond)
#KomnasHAM #Kriminalisasi #RoySuryo