Ketua DKPP Sepakat Lembaganya Dibubarkan, Tapi Peringatkan Risiko Besar: “Kalau KPU Sempurna, Harusnya Bawaslu Juga Dibubarkan”
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito
D'On, Jakarta — Dalam sebuah pernyataan yang mengejutkan sekaligus menggugah perdebatan publik, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Heddy Lugito, secara terbuka menyatakan kesediaannya jika lembaga yang dipimpinnya dibubarkan. Namun, pernyataan itu tidak datang tanpa peringatan keras: pembubaran DKPP harus dilakukan dengan kesadaran penuh terhadap risiko yang mengancam integritas demokrasi.
Pernyataan Heddy muncul dalam rapat Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025). Saat itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, secara gamblang mengusulkan agar DKPP dibubarkan, menilai lembaga itu hanya menambah kompleksitas birokrasi dan memiliki kepentingan protokoler semata.
“Kalau memang keberadaan DKPP dianggap mengganggu ketenteraman penyelenggaraan pemilu, KPU dan Bawaslu, ya bubarkan saja. Saya kira juga saya setuju, Pak. Setuju,” ujar Heddy, dalam nada serius namun tetap reflektif.
Namun, kesepakatan tersebut disusul catatan penting dari Heddy yang mengingatkan semua pihak bahwa DKPP tidak hadir tanpa alasan. Ia menyebut bahwa keberadaan DKPP merupakan respons atas kebutuhan mendesak akan pengawasan etik bagi penyelenggara pemilu yang memiliki kekuasaan besar dan potensi rawan intervensi politik.
“Hampir semua lembaga yang memiliki kekuatan besar perlu diawasi, Pak. Pengawasan etik bukan hal baru. DPR punya, MPR juga. Semua lembaga besar sekarang menuju arah itu. Lalu kenapa DKPP malah dianggap beban?” katanya dengan nada bertanya.
Lebih jauh, Heddy juga menyoroti argumen Irawan yang menyinggung soal kewenangan DKPP dalam menjatuhkan sanksi, termasuk pemecatan terhadap penyelenggara pemilu yang melanggar etik. Bagi Heddy, tindakan tersebut bukanlah bentuk intervensi kekuasaan, melainkan pelaksanaan langsung dari mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kalau saya memberhentikan seseorang, itu bukan karena saya ingin mengambil kewenangan KPU atau Bawaslu. Tapi karena ada perintah undang-undang. Saya hanya menjalankan apa yang tertulis,” tegasnya.
Secara tajam, Heddy bahkan membalik logika yang digunakan oleh pihak yang mengusulkan pembubaran DKPP. Ia menyatakan, jika logikanya adalah ‘lembaga pengawas bisa dibubarkan jika lembaga yang diawasi sudah sempurna’, maka seharusnya Bawaslu juga tidak dibutuhkan jika KPU sudah bekerja dengan baik.
“Tapi faktanya tidak demikian, Pak. Kita semua tahu pemilu kita masih banyak kekurangan. Integritas masih jadi masalah besar. Peserta pemilu kerap mempengaruhi penyelenggara. Karena, seperti kata Ketua Komisi II tadi, pemilu dan pilkada ini sejatinya adalah pertempuran memperebutkan kekuasaan,” tuturnya dengan nada prihatin.
Pernyataan Heddy membuka diskusi lebih luas soal kualitas demokrasi dan tata kelola pemilu di Indonesia. Ia menegaskan, alih-alih dibubarkan, seharusnya fungsi dan wewenang DKPP diperkuat demi menjamin netralitas dan profesionalitas dalam proses demokrasi lima tahunan itu.
Sebagai informasi, DKPP dibentuk sebagai lembaga yang memiliki otoritas menilai pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu. Dalam praktiknya, DKPP kerap mengambil keputusan keras seperti pemecatan atau teguran bagi komisioner KPU maupun Bawaslu yang terbukti melanggar etika. Keberadaannya seringkali dipersepsikan sebagai "pengadil" terakhir dalam menjaga integritas pemilu, namun juga kerap memicu kontroversi terutama dari pihak-pihak yang merasa tersentuh oleh putusannya.
Kini, wacana pembubaran DKPP menempatkan sistem pengawasan pemilu Indonesia pada persimpangan jalan. Jika pengawasan etik dihilangkan, siapa yang akan menjadi penyeimbang ketika kekuasaan dalam penyelenggaraan pemilu mulai diselewengkan?
Heddy mungkin setuju DKPP dibubarkan, tetapi peringatan yang ia sampaikan mengandung pesan yang lebih dalam: demokrasi yang sehat bukan hanya soal siapa yang menang, tetapi bagaimana proses itu dijalankan secara adil, jujur, dan beretika.
(Mond)
#DKPP #KPU #Bawaslu #Nasional