Breaking News

Ketiban Durian Runtuh, Utang Rp6 Ribu T Bisa Lunas Tahun Ini?

D'On, Jakarta,- Utang pemerintah Indonesia terus bertambah setiap tahun demi membiayai kebutuhan negara. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan jumlah utang meningkat drastis karena ekonomi lumpuh.


Adapun saat ini utang pemerintah sudah menembus angka Rp 6.000 triliun. Secara rasio terhadap produk domestik bruto (PDB), utang tersebut masih berada dalam posisi aman. Meski demikian, utang tersebut tetap harus dibayar.

Peningkatan penerimaan negara menjadi salah satu cara untuk melunasi setumpuk utang tersebut. Pada 2021 lalu, penerimaan negara meningkat drastis akibat kenaikan harga komoditas internasional. Hal ini tentunya bisa dimanfaatkan lagi oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Karena komoditas melonjak luar biasa, pajak sektor pertambangan dari minus 43,4% menjadi 60,52% positif itu lonjakannya pada kuartal III. Saat Delta membabi buta kita naiknya justru tiga kali lipat," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers belum lama ini.

Peningkatan juga muncul pada sektor industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi, serta real estate. Secara total penerimaan pajak di akhir tahun mencapai Rp 1.277,5 triliun (103,9%) tumbuh 19,2%.

Dampak berikutnya terlihat pada bea keluar yang realisasinya mencapai Rp 34,6 triliun atau 1.933,7% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pertumbuhannya mencapai 708,2%. Adapun penopang terbesar adalah produk kelapa sawit dan tembaga.

Kemenkeu juga mencatat kenaikan pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Realisasinya hingga akhir tahun adalah Rp 452 triliun atau tumbuh 31,5% menjadi 151,6% dari target APBN.

Hal ini didorong oleh pendapatan SDA Migas yang mencapai Rp 98 triliun atau tumbuh 41,9% akibat kenaikan harga minyak dunia dalam setahun terakhir. Kemudian SDA Non Migas mencapai Rp 52,8 triliun atau 181,4%, atau tumbuh 87,6% yang didukung oleh batu bara, tembaga, dan nikel.

Diketahui, Pemerintah Indonesia harus menyediakan dana untuk membayar utang yang jatuh tempo sebesar Rp 443,8 triliun pada 2022. Sebagian besar akan jatuh di paruh pertama tahun ini.

Economist & Fixed-income Research Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro menilai pengelolaan utang Indonesia sejauh ini sudah amat baik. Diharapkan pada tahun ini penerbitan utang baru bisa dikurangi seiring masih tingginya harga komoditas dan kenaikan penerimaan pajak serta besarnya saldo anggaran lebih (SAL).

Di samping itu kewaspadaan tetap harus ditingkatkan, mengingat munculnya varian Omicron hingga kebijakan moneter pada negara maju. Salah satunya Amerika Serikat (AS) yang mampu mengguncang pasar keuangan global.

"Sebenarnya pasar memprediksi bahwa penerbitan utang bisa lebih rendah tahun depan. Dalam kondisi defisit fiskal yang menurun, apalagi turunnya jauh hampir 1% dari PDB, penerbitan hutang seharusnya berkurang, bukan malah naik," kata Satria dinukil dari CNBC Indonesia.


(hsy/cnbc)