Breaking News

Cerita Mistis dan Mitos di Balik Gerhana Bulan Total, Namun Masih Dipercaya Masyarakat Jawa Hingga Saat Ini

Dirgantaraonline.co.id,- Bagi masyarakat Jawa, ada cerita mistis dan mitos di balik gerhana bulan total. Itu bahkan dipercaya hingga saat ini.

Gerhana bulan total kembali akan terjadi pada Rabu 26 Mei 2021.

Masyarakat di Indonesia pun bisa menyaksikan puncak fenomena tersebut mulai pukul 18.18 WIB.

Fase gerhana bulan total 26 Mei 2021 sendiri akan dimulai pada pukul 15.46 WIB, 17.46 WIT dan 16.46 WITA.

Saat itu, gerhana bulan total akan melintas memotong Papua bagian tengah.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, gerhana bulan memiliki mitos.

Itu tidak lepas dari penemuan sebuah prasasti tertua bertarikh abad ke-9 atau 11 Maret 843 Masehi.

Dalam prasasti itu, Arkeolog Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono, dilansir dari liputan6.com menyebut, digambarkan bahwa peristiwa gerhana bulan memiliki arti penting bagi masyarakat Jawa.

“Prasasti itu menggambarkan peristiwa candragrahana atau Gerhana Bulan pertama, sebuah peristiwa yang dianggap sangat penting bagi masyarakat Jawa,” ujarnya.

Sementara terkait mitos gerhana bulan, diceritakan pada salah satu relief di Candi Belahan atau Sumber Tetek.

Pada relief dimaksud, digambarkan bahwa candra sinahut kalarahu atau raksasa yang tengah menelan bulan.

Raksasa tersebut bernama Batara Kala dengang wataknya yang jahat.

Mitos inilah yang hingga kini menjadi cerita turun-temurun yang masih dipercaya bagi masyarakat Jawa.

Untuk melawan Batara Kala itu, masyarakat harus memukul lesung padi (penumbuk padi) secara baramai-ramai.

Itu diartikan masyarakat yang beramai-ramai memukul Batara Kala sampai mual hingga memuntahkan bulan.

Sebab, masyarakat Jawa mempercayai, Batara Kala masih hidup tetap hidup tapi jasadnya menjelma menjadi lesung padi.

Mitos masyarakat Jawa lainnya terkait gerhana bulan adalah larangan bagi wanita hamil untuk keluar rumah.

Sebab, dikhawatirkan jabang bayi yang dilahirkan bakal mengalami bibir sumbing atau mendapat tanda lahir seperti bentuk bercak-bercak pada bulan.

Wanita hamil juga diwajibkan membuat bubur merah putih. Tujuannya, untuk menolak bala.

Ini dimaksudkan bukan untuk melindungi jabang bayi saja. Tapi juga mengusir segala mara bahaya, penderitaan maupun penyakit.


(int/ruh/pojoksatu)