Breaking News

Kasus Dugaan SARA Ferdinand Hutahaean di Polda Sulsel Diambil Alih Bareskrim Polri

D'On, Sulsel,- Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel) mempelajari laporan Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulsel terhadap Ferdinand Hutahaean. Meski demikian, proses pemeriksaan terhadap Ferdinand Hutahaean tidak dilakukan di Sulsel, tetapi Bareskrim Polri.


Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulsel, Komisaris Besar Komang Suartana mengatakan, laporan BMI Sulsel di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) telah diserahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). Laporan tersebut, kata Komang, sudah dipelajari bagian Siber Ditreskrimsus Polda Sulsel.

"Krimsus sudah serahkan ke bagian siber, karena apakah ada tindak penghinaan atau penistaan terhadap atas unggahan Ferdinand Hutahaean di medsos. Dan itu masih dipelajari," kata Komang saat dihubungi, Jumat (7/1).

Meski demikian, untuk proses pemeriksaan terhadap Ferdinand Hutahaean, kata Komang, akan dilakukan oleh Bareskrim Polri. Pasalnya, Locus Delicti atau kejadiannya berada di Jakarta.

"Kita tidak bisa memproses, karena nanti adalah di Bareskrim di mana dilaporkan oleh masyarakat di Jakarta. Polda melihat di mana Locus Dilecti-nya atau kejadiannya," ucapnya.

Ferdinand Hutahaean Dilaporkan ke Polda Sulsel

Sebelumnya diberitakan, Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulawesi Selatan (Sulsel) melaporkan Ferdinand Hutahaean ke Kepolisian Daerah (Polda). Laporan dilayangkan BMI Sulsel terkait unggahan Ferdinand di media sosial (medsos) tentang Allahmu lemah sehingga menjadi sorotan dan trending.

Ketua BMI Sulsel, Zulkifli membenarkan jika dirinya sudah melaporkan Ferdinand Hutahaean ke Polda Sulsel pada pukul 10.00 Wita. Ia mengaku pelaporan terhadap Ferdinand karena unggahannya di medsos sudah mengandung unsur ujaran kebencian yang bermuatan SARA.

"Pelaporannya tadi di Polda Sulsel jam 10.00 Wita. Atas cuitannya yang kami anggap mengandung unsur ujaran kebencian dan perbuatan SARA," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Rabu (5/1).

Zulkifli mengaku cuitan Ferdinand di medsos bisa memecah persatuan bangsa. Ia menilai Ferdinand bisa menimbulkan konflik antar umat beragama.

"Itukan tidak baik. Bisa memecah persatuan dan menimbulkan konflik umat beragama, dia bisa mengundang ujaran-ujaran kebencian untuk menyerang agama tertentu," tegasnya.
Ia berharap polisi bisa menindaklanjuti laporannya. Apalagi, dirinya juga menyertakan sejumlah bukti capture unggahan Ferdinand Hutahaean yang memantik reaksi pembaca sehingga memunculkan saling serang komentar.

"Bukti sudah kita screenshot semua, termasuk komentar-komentar yang akhirnya saling serang mengarah ke agama," ucapnya.

Polisi Periksa Ferdinand Hutahaean

Polisi sebelumnya menaikkan status kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks bermuatan SARA Ferdinand Hutahaean ke penyidikan. Pemeriksaan terhadap Ferdinand dijadwalkan pada Senin, 10 Januari 2022.

"Ya betul, infonya Senin diperiksa," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat (7/1/2022).

Polisi telah memeriksa 10 saksi dalam penanganan kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks bermuatan SARA tersebut. Lima dari 10 saksi itu adalah ahli," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.

Menurut Ramadhan, saksi ahli yang diperiksa meliputi ahli bahasa, ahli sosiologi, ahli pidana, ahli agama, dan ahli ITE. Usai pemeriksaan para saksi, penyidik langsung melakukan gelar perkara.

"Hasil gelar perkara memutuskan menaikkan kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan. Kemudian setelah kenaikan kasus yang statusnya menjadi penyidikan, hari ini juga 6 Januari 2022 siang tadi penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menerbitkan SPDP," kata dia.

Adapun kasus yang menyeret Ferdinand buntut dari cuitannya di akun Twitter pribadinya yang dilaporkan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Cuitannya tersebut diduga mengandung muatan permusuhan, yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat.

Ferdinand dilaporkan dan diduga melanggar Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUHP. 


(mdk/gil)