Breaking News

Yahya Waloni Dijerat UU ITE

D'On, Jakarta,- Penyidik Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, telah menetapkan Muhammad Yahya Waloni sebagai tersangka dan menjeratnya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait menyebarkan informasi yang mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, antaragolongan) serta penodaan agama yang diatur dalam KUHP.

"Dari perbuatan yang telah dilakukan yang bersangkutan disangkakan dengan beberapa pasal antara lain, Undang-Undang ITE Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 A ayat 2, di mana dalam pasal tersebut diatur dengan sengaja dan tidak sah, menyebarkan informasi akan menyebabkan permusuhan kebencian berdasarkan SARA, dan juga disangkakan Pasal 156 huruf a KUHP, itu melakukan penodaan terhadap agama tertentu," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, di Mabes Polri, Jumat (27/8/2021).

Dikatakan Rusdi, Baresrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Siber, melakukan penangkapan terhadap Yahya Waloni, di Perumahan Permata, Klaster Dragon, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 17.00 WIB, Kamis (26/8/2021) kemarin.

"Dasar penangkapan terhadap saudara MYW yaitu, adanya laporan polisi dengan Nomor 0287/IV/2021/Bareskrim, 27 April 2021. Dalam laporan itu, yang bersangkutan dilaporkan karena telah melakukan satu tindak pidana berupa ujaran kebencian berdasarkan SARA dan juga penodaan terhadap agama tertentu melalui ceramah yang diunggah pada video di akun YouTube Tri Datu," ungkapnya.

Laporan LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM itu dibuat komunitas Cinta Pluralisme soal dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan penodaan agama, pada Selasa (27/4/2021) lalu. Terlapornya atas nama Yahya Waloni bersama pemilik akun YouTube Tri Datu. Pada rekaman video yang diunggah akun YouTube itu, Yahya Waloni menyampaikan kalau bible fiktif dan palsu.

Diketahui, Pasal 45 A ayat 2 UU ITE berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar".

Pasal 156a KUHP menyebutkan "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".


Sumber: BeritaSatu.com