Breaking News

ICW: Dewas KPK Harus Laporkan Lili Pintauli ke Polisi

D'On, Jakarta,- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke ranah pidana.

"Dewan Pengawas harusnya melaporkan Lili Pintauli Siregar ke Kepolisian," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/8).

Sebab, aturan pelanggaran Lili ke ranah pidana telah tercantum dalam Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Dimana para pimpinan KPK dilarang berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun.

"Secara jelas menyebutkan adanya ancaman pidana penjara hingga lima tahun bagi komisioner yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara di KPK," katanya.

Langkah itu bukanlah pertama kali, karena seperti pada 2009 lalu, Komisioner KPK, Bibit Samad Riyanto yang juga pernah melaporkan Ketua KPK Antasari Azhar yang dulu bertemu dengan pihak berperkara, yakni Anggoro Widjaja.

"Sudah pernah melakukan hal tersebut (laporan pidana) tatkala melaporkan Antasari Azhar karena diduga bertemu dengan Anggoro Widjaja, Direktur PT Masaro Radiokom di Singapura," jelasnya.

Selain desakan tersebut, Kurnia juga meminta kepada Kedeputian Penindakan KPK harus mendalami potensi suap di balik komunikasi Lili Pintauli Siregar dengan Mantan Walikota Tanjung Balai, sebagaimana objek pelanggaran etik yang telah diputus Dewas.

"Penelusuran ini penting untuk dilakukan oleh KPK. Sebab, pembicaraan antara Lili dan Syahrial dalam konteks perkara yang sedang ditangani oleh lembaga antirasuah itu. Jika kemudian terbukti adanya tindak pidana suap, maka Lili Pintauli Siregar dapat disangka dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman penjara seumur hidup," jelasnya.

Sejumlah desakan tindaklanjut terhadap pelanggaran etik Lili, kata Kurnia, sudah sepatutnya diusut. Lantaran, pelanggaran berat yang dilakukan Lili hanya diganjar sanksi berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan lewat putusan Dewas.

"Putusan Dewan Pengawas ini terbilang ringan karena tidak sebanding dengan tindakan yang telah dilakukan oleh Lili. Bisa dibayangkan, Lili secara sadar memanfaatkan jabatannya selaku komisioner untuk mengurus kepentingan keluarga yang sebenarnya sebenarnya tidak ada kaitan dengan tugas dan kewenangan KPK," jelasnya.

Padahal, Kurnia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Lili, dengan turut membantu perkara mantan Walikota Tanjung Balai, Syahrial. Melalui cara menjalin komunikasi dan memberikan kontak seorang advokat di Medan sudah bisa disebut sebagai perbuatan koruptif.

"Perbuatan Lili Pintauli dapat disebut sebagai perbuatan koruptif, sehingga Dewan Pengawas seharusnya tidak hanya mengurangi gaji pokok Lili, tetapi juga meminta yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPK," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar telah melanggar kode etik pimpinan KPK. Lili diberikan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan demikian diputuskan dalam permusyawaratan majelis," kata Tumpak saat membaca putusan yang disiarkan secara virtual, Senin (30/8).

Menurutnya, Lili terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, Lili dinyatakan bersalah karena berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a. Kemudian, Peraturan Dewas Nomor 02 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.

Adapun Lili sebelumnya dilaporkan ke Dewas karena diduga berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait penyelidikan kasus dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai, Sumatera Utara.

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengatakan, ada beberapa hal yang meringankan hukuman Lili. Salah satunya, Lili belum pernah dijatuhi sanksi etik.

"Hal-hal yang meringankan terperiksa mengakui perbuatannya dan terperiksa belum pernah dijatuhi sanksi etik," ujarnya.

Sementara itu, hal-hal yang memberatkan hukuman Lili yaitu, tidak memberikan contoh yang baik sebagai Pimpinan KPK. Dewas juga melihat Lili tak menunjukkan penyesalan usai melanggar kode etik.

"Hal-hal yang memberatkan terperiksa tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya, terperiksa selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pelaksanaan IS KPK. Namun terperiksa melakukan sebaliknya," tutur Albertina. 

(mdk/rnd)