Breaking News

Maksud Hadits Tidur Orang Puasa adalah Ibadah dan Adab Berpuasa

Dirgantaraonline.co.id,- Salah satu hadis yang kerap disalahartikan selama Ramadan adalah sabda Rasulullah saw. bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Riwayat ini tidak lantas dimaknai bahwa seseorang yang berpuasa boleh bermalas-malasan atau menghabiskan hari dengan tidur.

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya terkabulkan, dan amalannya dilipat gandakan," (H.R. Baihaqi). 

Ketika berpuasa, seseorang memang menahan haus dan lapar, juga tidak berhubungan badan, sejak fajar shadiq (subuh) hingga matahari terbenam (magrib). Energi tubuh terkuras karena tidak makan dan minum sepanjang siang. Oleh karenanya, sebagian orang menggunakan riwayat ini sebagai pembenar sikap malas-malasan selama puasa.

Semestinya pemahaman tidak seperti itu. Dalam Ihya' Ulumuddin, Abu Hamid al-Ghazali menyebutkan, jalan bagi setan ke dalam diri manusia adalah hawa nafsu. Hawa nafsu tersebut akan menguat seiring dengan makan dan minumnya seseorang. 

Ia mengutip sabda Nabi, "Setan itu berjalan dalam aliran darah anak Adam. Sempitkanlah ruang geraknya dengan cara menahan lapar (berpuasa)."

Puasa adalah upaya mencegah setan masuk ke dalam diri manusia, menghambat tempat-tempat yang hendak dilaluinya, menyempitkan tempat yang bisa ditempuhnya. Rasa lapar justru menjadi titik penting puasa sebagai pengendalian hawa nafsu.

Abu Hamid al-Ghazali menambahkan, "Bahkan sebagian dari adab berpuasa adalah tidak memperbanyak tidur pada siang hari, sehingga seseorang merasakan lapar dan haus, juga merasakan lemahnya kekuatan. Maka dengan dengan demikian, jernihlah hatinya, sehingga ringanlah mengerjakan salat tahajud dan wirid-wiridnya."

Dilansir dari NU Online, hadis "tidurnya orang berpuasa adalah ibadah" tidak boleh dimaknai serampangan. Tidurnya orang berpuasa dapat bernilai ibadah, syaratnya jika tidur itu dijadikan momen istirahat agar kuat beribadah. Sebagai misal, istirahat tidur agar bersemangat bangun di malam harinya melaksanakan tarawih, salat malam, tadarus, dan sebagainya. 

Orang yang tidur dengan maksud lebih bersemangat menjalankan ibadah selama Ramadan itulah yang diganjar pahala, bukan orang yang sengaja leha-leha, tidak produktif, serta menjadikan hadis itu sebagai pembenar aktivitas tidurnya yang berlebihan. 

Di kasus yang lain, ada juga orang yang bangun malam untuk beribadah, namun siang harinya diisi dengan tidur berlebihan, dengan maksud balas dendam karena sudah begadang. 

Imam Baihaqi dalam kitab Syu'ab Al-Iman(2020) juga menyatakan bahwa hadis "tidur orang berpuasa adalah ibadah" adalah hadis lemah. Ini terkait perawi riwayat tersebut. Karena itulah, menjadikan aktivitas malas-malasan dengan banyak tidur selama berpuasa tidak dianjurkan dalam Islam. 

Kendati demikian, meskipun tidur dikonotasikan sebagai sikap malas-malasan, aktivitas tidur dapat bernilai positif jika digunakan sebagaimana mestinya. 

Nabi Muhammad saw. juga membiasakan tidur siang, baik ketika berpuasa ataupun tidak. Tetapi, tidur siangnya Rasulullah adalah tidur singkat, tidak dilakukan dalam jangka waktu panjang, sesuai sabdanya: 

“Tidurlah qailulah [tidur siang sebentar] karena setan tidak tidur siang,” (H.R. Abu Nu’aim).

(Abu Khalil)