Breaking News

Maruf Amin: Jaman Sekarang , Tak Sedikit yang Berdakwah dengan Wajah Garang

D'On, Jakarta,-  Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin memberikan sambutan secara virtual pada acara Haul ke-39 KH Abdul Hamid Bin Abdullah Umar. Ia mengenang almarhum Mbah Hamid sebagai ulama yang mendakwahkan Islam secara santun.

Namun kekinian, Ma'ruf justru melihat ada pihak yang berdakwah dengan wajah garang seakan jauh dari ajaran Islam sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW.

"Saat ini, tidak sedikit yang melakukan dakwah agama Islam dengan wajah yang garang, jauh dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW," ujar Kiai Ma'ruf melalui konferensi video, Senin (26/10/2020).

Mbah Hamid, kata Ma'ruf, sangat diteladani oleh masyarakat di Tanah Air, khususnya di Pulau Jawa. Mbah Hamid disebut mempunyai pengaruh kuat dalam mendakwahkan Islam dengan wajah santun, lembut, dan rahmatan lil alamin.

"Pendekatan yang beliau (Mbah Hamid) gunakan dalam berdakwah lebih banyak menggunakan pendekatan hikmah, yaitu pendekatan dengan menghadirkan kesadaran seseorang melalui peristiwa tertentu yang dapat mengunci daya nalar dan hati orang tersebut. Sehingga orang tersebut dapat menerima risalah Islamiyah dengan sepenuh hati dan kesadaran," tuturnya.

Ma'ruf berujar, apa yang sudah dijalankan Mbah Hamid merupakan contoh dan teladan yang sangat baik dalam mendakwahkan agama Islam dengan cara hikmah. "Model dakwah yang digunakan oleh Mbah Hamid ini serupa dengan model dakwah yang digunakan para ulama dan para wali terdahulu dalam mengenalkan dan mengajarkan Islam di bumi nusantara," jelasnya.

Ma'ruf sendiri mengaku sangat mengagumi sosok Mbah Hamid. Almarhum dalam kehidupan kesehariannya sangat tawadhu', sederhana dan menjauh dari publisitas. "Hal seperti itu dalam tradisi ilmu tasawuf dikenal dengan 'khumul', yaitu fokus pada aktivitas kebaikan dengan membungkus dan menutupinya agar tidak diketahui orang lain," ucapnya.

Ajaran khumul atau tak ingin populer di masa sekarang sudah banyak dilupakan. Segala amal kebaikan yang dilakukan seakan harus diketahui seluas mungkin oleh publik. Publisitas di era digital seakan menjadi kata kunci untuk mengukur kebaikan seseorang.

"Padahal, belum tentu apa yang di-publish tersebut mempunyai dampak positif yang lebih besar daripada yang tidak di-publish. Saat ini banyak orang terjebak pada mentalitas syuhrah, yaitu mentalitas pencitraan diri agar dikenal luas. Amal kebaikan yang dilakukan diorientasikan agar di-cover media secara luas. Motivasinya hanya untuk membentuk citra diri, bukan berbuat kebajikan itu sendiri," tukas Mustasyar PBNU itu.

"Meskipun begitu dakwah melalui media digital sesungguhnya juga diperlukan pada era saat ini karena dakwah melalui digital jangkauannya lebih luas dan dapat dilakukan kapan dan di mana saja," pungkasnya.

(Ari/okz)