Breaking News

Negara-Negara Asia Tenggara Tantang China atas Klaim Maritim


D'On, Asia Tenggara,- Negara-negara Asia Tenggara menekan agresi pemerintah China di Laut China Selatan. Sebuah contoh agresi baru-baru ini terjadi pada awal April ketika Republik Rakyat Cina (RRC) menenggelamkan kapal penangkap ikan Vietnam di sekitar Kepulauan Paracel.

“Insiden ini adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan RRC menegaskan klaim maritim yang tidak sah dan merugikan Negara-negara tetangga Asia Tenggara di Laut China Selatan,” dalam pernyataan Departemen Luar Negeri AS pada 6 April 2020.

Konflik apa yang ada di Laut Cina Selatan?

Laut Cina Selatan menjadi pokok bahasan puluhan sengketa yang tumpang-tindih dan saling berhubungan mengenai siapa yang menguasai berbagai kepulauan, bebatuan, beting, dan terumbu yang tersebar di seluruh perairan Laut Cina Selatan.

Cina telah menegaskan klaim maritim terhadap sebagian besar Laut Cina Selatan yang bertentangan dengan hukum internasional.  Pada 2016, pengadilan arbitrase internasional memutuskan bahwa klaim maritim Cina di Laut Cina Selatan bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut PBB.

Cina telah mencoba mengendalikan perairan Laut Cina Selatan (termasuk yang diklaim oleh negara lain) dengan kapal-kapal penangkap ikan yang merupakan bagian dari milisi laut Cina, kapal penjaga pantai, dan kapal-kapal angkatan laut untuk mengusik kapal-kapal negara lain.
Sejak Desember 2019, Vietnam, Filipina, dan Indonesia secara terbuka memprotes klaim maritim Cina yang melanggar hukum di Laut Cina Selatan.

Bagaimana tanggapan negara-negara ini?

Vietnam

Pada awal April 2020, sebuah kapal penjaga pantai Cina menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan Vietnam. Sebagai tanggapan, Vietnam mengajukan nota protes diplomatik kepada pemerintah Cina dan menegaskan klaim teritorialnya sendiri.

Tindakan Cina “membahayakan jiwa, keselamatan, dan kepentingan sah nelayan Vietnam,” ujar Lê Thị Thu Hằng, juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, pada 4 April. “Tindakan kapal Cina melanggar kedaulatan Vietnam.”

Filipina

“Insiden semacam ini merusak potensi hubungan regional yang sangat dalam dan penuh rasa saling percaya antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Cina,” kata Departemen Luar Negeri Filipina tanggal 8 April 2020.

“Setiap saat adalah momen yang tepat untuk membangun pertahanan dan penegasan kedaulatan kita masing-masing.”

Indonesia

Pada Desember 2019, Indonesia mengajukan protes diplomatik kepada Cina sebagai tanggapan atas tindakan penjaga pantai Cina dan kapal nelayan menerobos ke perairan yang diklaim oleh Indonesia.

“Natuna adalah bagian dari wilayah Indonesia, tidak perlu dipertanyakan, tidak ada keraguan,” kata Presiden Indonesia, Joko Widodo pada Januari, berkenaan dengan pulau-pulau di tepi Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Cina sebagai wilayah tradisional nelayan mereka.

“Kedaulatan kita tidak dapat ditawar-tawar,” ujar Presiden Jokowi. Sejak pecahnya pandemi global COVID-19, 

RRC juga mengumumkan “stasiun penelitian” baru di pangkalan militer yang dibangunnya di Fiery Cross Reef dan Terumbu Subi Reef.
Mendaratkan Pesawat militer khusus di Fiery Cross Reef.

Mengirim armada kapal survei energi dan kapal penjaga pantai Cina yang dikawal oleh kapal angkatan laut untuk mengintimidasi negara-negara penggugat dari Asia Tenggara sehingga tidak dapat mengakses sumber daya laut lepas pantai.
Mengumumkan distrik-distrik administratif baru di Paracels dan Spratlys, di bawah pemerintahan kotamadya Sansha di provinsi Hainan.

Melanjutkan pengerahan milisi maritim di sekitar Kepulauan Spratly.

Departemen Luar Negeri telah menyerukan kepada pemerintah Cina “untuk berhenti mengeksploitasi gangguan atau kerentanan negara lain demi memperluas klaimnya yang tidak sah di Laut Cina Selatan.”

Sumber: share.america.gov