Breaking News

TKI di Hong Kong Ditangkap lalu Dideportasi Usai Beritakan Demo


D'On, Hong Kong,- Seorang tenaga kerja Indonesia yang menulis berita demo pro-demokrasi Hong Kong dilaporkan media lokal ditahan otoritas imigrasi selama 28 hari. Tak hanya itu, dia juga diberitakan sudah dideportasi.

Menurut organisasi migran yang menangani kasus tersebut, Yuli Riswati, seorang penulis pemenang penghargaan sekaligus pekerja rumah tangga di Hong Kong, ditahan di Pusat Imigrasi Castle Peak Bay sejak 4 November 2019.

Yuli mengatakan dia merasa tak enak badan dalam penahanan dan diancam permohonan visanya ditarik oleh otoritas imigrasi.

"Apa yang Yuli hadapi adalah praktik yang tidak biasa dari Departemen Imigrasi dan mungkin melanggar hukum. Ini jelas merupakan penindasan politik terhadap Yuli untuk tulisannya, karena dia berbicara untuk para demonstran Hong Kong," kata koordinator regional International Domestic Workers Federation (IDWF) atau Federasi Pekerja Rumah Tangga Internasional, Fish Ip, seperti dikutip dari Hong Kong Press, Selasa (3/12).

Punya Kontrak Kerja Dua Tahun

Yuli ditangkap di kediamannya pada 23 September terkait perpanjangan visa kerjanya, meskipun Departemen Imigrasi kemudian memutuskan untuk tidak memberikan bukti terhadapnya di pengadilan, menurut kelompok itu. Dia kemudian ditahan dengan alasan tak punya tempat tinggal - klaim yang ditolak oleh kelompok pendukung dan majikannya.

Yuli memang gagal memperbarui visanya, yang berakhir pada 27 Juli. Namun, dia memiliki kontrak kerja dua tahun yang berlaku yang dimulai Januari ini. Phobsuk Gasing (Dang), ketua Hong Kong Federation of Domestic Workers Unions atau Federasi Serikat Pekerja Rumah Tangga (FADWU) Hong Kong, mengatakan dia terkejut dengan otoritas imigrasi yang mengambil pendekatan keras.

"Biasanya ketika ditemukan visa pekerja telah kedaluwarsa, selama masih ada kontrak, majikan mengkonfirmasi perekrutan pekerja dan menjelaskan dalam surat kepada Departemen Imigrasi mengapa mereka lupa untuk memperpanjang visa, dan Imigrasi selalu memungkinkan para pekerja untuk memperpanjang visanya tanpa kesulitan," kata Phobsuk Gasing.

"Saya belum pernah melihat kasus bahwa Imigrasi mendatangi rumah dan menangkap pekerja berdasarkan kasus demikian."

Finalis di Taiwan Literature Award for Migrants

Majikannya telah meminta Departemen Imigrasi untuk memperpanjang visa Yuli dan mengatakan mereka akan terus mempekerjakannya, tambah kelompok pendukung.

TKI Yuli Riswati bekerja di Hong Kong selama 10 tahun, selama itu dia menulis untuk surat kabar Indonesia yang berbasis di Hong Kong, Suara, serta media daring Migran Pos. Tahun lalu, dia terpilih sebagai finalis di Taiwan Literature Award for Migrants karena melaporkan kekerasan seksual dan trauma yang dialami oleh pekerja migran Tanah Air.

Yuli juga melaporkan protes pro-demokrasi Hong Kong yang bergulir sejak Juni lalu.
Pada 11 November, Departemen Imigrasi mengeluarkan perintah penghapusan terhadap Yuli, dan memberi tahu pada 28 November bahwa bandingnya gagal.

Yuli juga mengatakan bahwa dia mencoba membuat aplikasi visa, selama penahanan tetapi seorang petugas yang bermarga Cheng mengancam akan mencabutnya.

"Petugas itu mengatakan jika saya tidak ingin ditahan (di Pusat Imigrasi), saya harus menarik visa dan kemudian saya bisa kembali ke Indonesia. Tetapi saya tidak ingin menarik aplikasi visa saya. Saya bertemu dengan petugas imigrasi sepanjang pagi sampai saya menjadi terlalu dingin dan merasa sakit," kata Yuli, menurut kelompok pendukungnya.

"Pada akhirnya, saya menulis akan menarik visa karena terlalu lama ditahan dan tidak tahu kapan bisa kembali ke Tanah Air. Lagi-lagi petugas mengatakan saya tidak bisa menulis itu karena pengacara akan mempermasalahkannya. Pada akhirnya, bertentangan dengan kehendak saya, saya harus menulis melakukan penarikan visa, dan akan kembali ke Indonesia untuk mengajukan visa lagi," tambahnya.

Tanggapan KJRI

Kelompok itu mengatakan Yuli menunjukkan gejala mirip flu dan muntah dalam tahanan. Pengacaranya juga berusaha membebaskannya dari penahanan, tetapi permintaan mereka ditolak.

Mengetahui kabar tersebut, KJRI Hong Kong merespons.

"Berdasarkan koordinasi dengan pihak imigrasi Hong Kong, telah diperoleh konfirmasi bahwa saudari Yuli telah dideportasi kemarin dengan CX 779 pukul 14.15 via Surabaya," kata Pejabat Penerangan, Sosial dan Budaya KJRI Hong Kong, Vania Alexandra (Pensosbud) KJRI Hong Kong, Vania Alexandra dilansir dari Liputan6.com, Selasa (3/12).

"Saudari Yuli telah melakukan pelanggaran keimigrasian terkait izin tinggal (overstay)," jelas Vania.

Menurut pihak KJRI Hong Kong, sesuai peraturan yang berlaku, pelanggaran izin tinggal (overstay) merupakan pidana. Pelanggarnya diancam sanksi denda dan penjara maksimal dua tahun.

Menurut KJRI Hong Kong, pihaknya sejak awal mengikuti kasus ini dan berkoordinasi dengan pihak imigrasi setempat, mendampingi di persidangan, serta memastikan agar hak-hak hukum yang bersangkutan terjamin.

Mengenai isu yang dikabarkan media lokal bahwa TKI Yuli dideportasi karena pemberitaannya terkait protes pro-demokrasi Hong Kong. Berikut ini respons pihak KJRI.

"KJRI Hong Kong tidak dapat berspekulasi mengenai kaitan proses hukum keimigrasian yang dihadapi saudari Yuli dengan tulisan yang bersangkutan mengenai demonstrasi di Hong Kong. Sesuai putusan pengadilan, yang bersangkutan divonis bersalah dan dijatuhi hukuman karena melakukan pelanggaran keimigrasian."

Pihak KJRI Hong Kong menghormati proses hukum yang berjalan dan putusan pengadilan setempat.


Source: Merdeka