Breaking News

Veronica Koman Kembali Koar-koar di Media Australia

D'On, Australia,- Polisi telah memasukkan tersangka provokasi kerusuhan Papua, Veronica Koman dalam Daftar Pencarian Polisi (DPO).

Penetapan Veronica Koman sebagai buronan karena aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) itu dua kali mangkir dalam panggilan pemeriksaan polisi.

"Penyidik juga melalukan upaya jemput paksa dari 2 rumah keluarga di Jakarta. Namun tidak menemukan yang bersangkutan Veronica Koman," kata Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan saat ditemui Kompas.com, Jumat (20/9/2019).

Veronica dijerat sejumlah pasal yaitu UU ITE, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, KUHP Pasal 160, dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Meski diburu polisi, Veronica menyatakan akan terus menyuarakan pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami rakyat Papua.

Dilansir dari ABC Australia, Veronica telah meminta kepada pihak keluarganya untuk bersabar karena persoalan yang dialami rakyat di Papua jauh lebih berat.

"Saya tidak akan berhenti," kata Veronica dalam wawancara khusus dengan program The World ABC TV yang tayang pada Kamis (3/10/2019) malam.

Sebelum berbicara dengan presenter ABC Beverley O'Connor, Veronica juga sudah melakukan wawancara dengan stasiun televisi Australia lainnya, SBS TV.

Ditanya mengenai keputusannya bersedia diwawancara, Veronica menyatakan hal itu didorong oleh situasi di Papua yang semakin memburuk.

"Sebab saya kira saat ini kita menyaksikan periode paling suram di Papua dalam 20 tahun terakhir. Kini ada tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana," jelasnya.

Veronica pun mengaku khawatir dengan keluarganya di Jakarta yang diintimidasi sampai harus pindah tempat tinggal.

"Tentu saja saya khawatir dengan diri saya dan keluarga saya di Indonesia. Tapi hal itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dialami rakyat Papua," ujarnya.

Menanggapi status tersangka atas tuduhan sebagai provokator, Veronica melihat hal itu tak lebih dari upaya pemerintah RI untuk menghancurkan kredibilitasnya.

"Sebab mereka tidak bisa membantah data serta rekaman video dan foto yang saya punya sehingga mereka hanya bisa menyerang kredibilitas saya," kata Veronica.

Veronica pun berharap Pemerintah Australia tidak akan menuruti pihak berwenang yang meminta untuk memulangkan dirinya ke Indonesia.

"Tapi saya berharap Pemerintah Australia tidak akan menuruti tuntutan bermotif politik ini. Sebab Pemerintah Indonesia kini membungkam siapa saja yang menyuarakan mengenai Papua," tegasnya.

Perempuan 31 tahun itu pun membantah telah menyebarkan rekaman dan informasi soal Papua di sosial media untuk memperkeruh suasana.

Pasalnya, Veronica mengaku bahwa dirinya telah menyaring segala informasi yang disebarkannya.

"Misalnya saat terjadi kerusuhan di Wamena, saya sangat berhati-hati untuk tidak menyebarkan rekaman yang melibatkan konflik horizontal antara penduduk asli dan pendatang. Saya sangat berhati-hati mengenai hal itu," katanya.

Lalu, apa sebenarnya dampak yang bisa dicapai dengan segala aktivitas yang dilakukan Veronica dan para aktivis lainnya terkait situasi di Papua?

"Kami ingin mengekspos situasi Papua ke dunia luar... apa yang saya laporkan melalui medsos paling tidak bisa memandu para jurnalis untuk mengabarkan apa yang terjadi," jelasnya.

Meski kini terpaksa meninggalkan tanah airnya, namun Veronica dengan tegas menyatakan tidak akan berhenti.

"Keluarga saya diintimidasi, orang tua saya sudah dua kali menangis meminta saya berhenti Tapi saya sampaikan ke mereka untuk bersabar karena masalah ini jauh lebih besar dari kita," ujarnya.

Veronica berharap agar Pemerintah Australia dapat meminta kepada Pemerintah RI untuk membuka akses bagi para jurnalis internasional dan Komisi HAM PBB ke Papua.

Akses untuk masuk ke Papua bagi Komisi HAM PBB sebenarnya telah dijanjikan Pemerintah RI sejak dua tahun lalu.

Australia dan Indonesia terikat pada perjanjian "Lombok Treaty" yang disepakati pada tahun 2006 dan mulai berlaku sejak 7 Februari 2008.

Perjanjian itu mengikat Australia untuk menghormati kedaulatan NKRI yang mencakup wilayah Papua di dalamnya.

Source: ABC TV