Breaking News

KPK Nilai Keterangan Pejabat Lippo Grup " Obstruction of Justice"

D'On, JAKARTA,- Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Juru Bicaranya Febri Diansyah, mengatakan selain adanya dugaan backdate dalam rekomendasi perizinan Meikarta, penyidik juga menemukan adanya ketidaksingkronan keterangan saksi dari pejabat dan pegawai di Lippo group.

“Diungkapkan Febri Diansyah, KPK mengingatkan adanya ancaman pidana pemberian keterangan yang tidak benar sebagaimana diatur di Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu juga ada ketentuan larangan melakukan perbuatan Obstruction of Justice di Pasal 21 UU Tipikor tersebut,” ujarnya melalui pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Rabu, (14/11/2018).

Pada, Kamis (15/11/2018) hari ini, diketahui, penyidik KPK memeriksa lima orang saksi terkait kasus suap izin pembangunan proyek Meikarta ini.

Dari Kelima orang tersebut yang diperiksa KPK adalah Kasi Pemanfaatan Ruang Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Yani Firman, Kabid Fisik pada Bappeda Pemprov Jabar Slamet, Kabid Kebersihan Dinas LH Kabupaten Bekasi Dodi Agus, pihak swasta Achmad Bachrul Ulum, dan Sekretaris Pribadi Toto Bhartolomeus bernama Melda.

“Saat ini, penyidik sedanh mendalami kasus ini terkait proses pemberian rekomendasi perizinan dari masing-masing dinas di Pemkab Bekasi dan proses di Pemprov Jawa Barat. Sedangkan terhadap pihak swasta, KPK terus telusuri sumber uang suap tersebut,” katanya.

Febri menambahkan sampai hari ini sudah ada sekitar 69 orang saksi yang telah diperiksa di tingkat Penyidikan. Mereka terdiri dari: 12 orang pejabat Pemprov Jawa Barat, 17 dari pihak Pemkab dan 40 orang dari pihak Lippo.

Untuk diketahui, Meikarta merupakan salah satu proyek prestisius milik Lippo. Proyek tersebut saat ini sedang tersandung kasus hukum. Pasalnya pada Minggu (14/10/2018) lalu, tim satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Direktur Operasional Grup Lippo, konsultan Grup Lippo Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai kelompok perusahaan tersebut Henry Jasmen.

Bukan hanya itu, KPK juga menangkap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bekasi Dewi Trisnawati dam Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bekasi.

Pejabat negara ini tertangkap tangan karena dugaan kasus suap senilai Rp 13 miliar dalam proses pengurusan sejumlah izin yang diperlukan dalam pembangunan fase pertama proyek Meikarta seluas 84,6 hektare. (ses/mond)