Breaking News

KPK Sita Tiga Mobil Dalam Kasus Meikarta

D'On, Jakarta,- Selain uang tunai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyita tiga kendaraan. Satu di antaranya BMW berwarna putih yang dikendarai oleh Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang PUPR. 

Mobil BMW disita pada Selasa (17/10) usai ia menyerahkan diri ke KPK. Neneng sempat melarikan diri pada Minggu (14/10) usai diintai oleh tim KPK saat menerima uang suap dari konsultan Lippo Group, Taryudi senilai Sin$90 ribu atau setara Rp 980 juta. 

Jenis BMW yang dimiliki oleh Neneng yakni 320i. Dengan posisinya sebagai kepala bidang, tentu menjadi tanda tanya dari mana ia bisa membeli mobil mewah tersebut. Namun, usai diperiksa lebih dari 13 jam, Neneng tutup mulut. 
Lalu, apa yang disampaikan oleh Neneng ke penyidik KPK? 

1. Neneng mengaku memang menerima uang suap dari pengembang Meikarta

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan kepada penyidik, Neneng sudah mulai mengakui perbuatannya. Di antaranya ia menerima uang Sin$90 ribu. 
"Namun saat penyerahan diri, yang bersangkutan belum bisa membawa uang tersebut," ujar Febri melalui keterangan tertulis pada Selasa kemarin. 

Ia mengatakan KPK menghargai sikap kooperatif saksi atau tersangka dalam kasus pemberian suap yang melibatkan Meikarta itu. Usai dilakukan pemeriksaan selama tiga hari, lembaga antirasuah sudah mulai mendapatkan bukti dan konfirmasi soal pemberian suap ke Bupati nonaktif Bekasi. 

"Hal ini termasuk pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan dengan pihak swasta dalam pemberian izin," kata mantan aktivis antikorupsi tersebut. 

Sementara, dua mobil lainnya yang disita oleh KPK adalah Toyota Avanza dan Toyota Innova. Avanza berwarna hitam merupakan kendaraan yang digunakan oleh konsultan Lippo Group, Taryudi. Sedangkan Innova digunakan oleh kepala dinas Pemkab Bekasi yang lain. 

2. Neneng Rahmi juga terancam dibui selama 20 tahun
Sebagai penyelenggara negara, maka Neneng terancam hukuman penjara selama 20 tahun lantaran ikut menerima uang suap dari pihak swasta yang tujuannya agar bisa menggunakan kewenangannya. 

KPK menyangkakan Neneng dengan UU nomor 31 tahun 1999 pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11. Selain itu, ia juga bisa dikenakan denda dimulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

3. Bupati Neneng mengaku sudah mewanti-wanti anak buahnya agar tidak terima suap
Sebelum akhirnya ikut ditangkap oleh KPK, Neneng Hasanah Yasin mengaku sudah mewanti-wanti bawahannya agar tidak menerima uang suap ketika memproses izin. Peringatan itu disampaikan bupati kepada Neneng Rahmi. 

"Awal tahun sudah saya wanti-wanti, saya mengimbau agar berhati-hati," ujar Neneng dua hari lalu. 

Ia pun sempat mengaku tidak tahu mengenai operasi senyap yang menjerat anak buahnya. Bahkan, Neneng sempat bersumpah. 

"Saya demi Allah enggak tahu (soal OTT itu)," katanya lagi. 

Selain Neneng Rahmi dan bupati nonaktif Neneng, KPK juga menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka. (ses)